31 Agu 2011

The Diary

catatan sebelumnya : Diary pt 1

8 April 2010

Tidak terasa empat tahun sudah aku tak berjumpa dengannya. Aku juga sudah berada di kota yang jauh. Bahkan berbeda pulau. Tapi bayangannya selalu tinggal di mataku. Entahlah, sangat sulit untuk dilupakan. Ah, iya. Aku menulis tepat di tanggal ini. Hari ulangtahun kak Tyo. Ah, bahkan aku masih ingat. Waktu kak Tyo menraktir semua anggota klub, dia meninggalkan kak Dara dan malah menghabiskan waktu denganku dan Nisa.

Ah, maaf. Aku baru kembali dari bawah. Tadi ibu kos bilang ada yang mengirim paket untukku. Sebentar yaa, kubuka paketnya dulu.

Sebuah tas berwarna hijau. Warna kesukaanku. Dengan beberapa kantung kecil di bagian luarnya. Juga model favoritku. Belum berhenti aku terkejut, di dalam tas itu terdapat sebuah boneka apel warna hijau dan memo yang sepaket dengan pulpen. Keduanya berwarna hijau. . Aku membuka-buka kantung lain di tas itu, banyak pula barang-barang lucu yang kutemukan.

Tapi, siapa yang mengirimnya? Ayah dan ibuku bukan orang yang suka memberi kejutan seperti ini. Saat aku mencoba membuka memo hijau tadi, aku menemukan pesan singkat di lembar paling depan.
“Hai, Ri. Apa kabar? Kuharap kamu sehat-sehat saja.Maaf, aku tau mungkin sudah lewat seminggu dari hari lahirmu saat kau menerimanya. Kuharap kau mau memaafkan. Hanya ini yang bisa kuberikan sebagai kado ulangtahunmu. Semoga kau senang. Aku sungguh merindukanmu.” –LT
Siapa “LT”? Aku sedikit merinding, namun kembali tersenyum saat menatap tas dan barang-barang lain itu. Yang mengirimkan ini pasti orang baik, batinku.


8 April 2011

Pagi ini, ketika hendak berangkat kuliah ibu kos memberiku sebuah surat berbungkus amplop biru. Ini sudah yang kesepuluh kalinya aku menerima surat sejenis. Bahkan ibu kos sampai hafal hanya dengan melihat warna dan tulisannya. Sampai sekarang aku belum tahu siapakah pengirimnya. Dia hanya memberi inisial LT pada setiap surat yang dikirimkan. Aku memasukkannya ke dalam tas. Berniat membacanya pada jam kosong kuliah nanti.

Dosen akhirnya mengakhiri kuliah membosankan itu. Aku berjalan ke sebuah taman dan mulai membaca surat itu. Isinya memintaku untuk datang ke suatu apartemen yang agak jauh dari kampusku. Ah, baiklah sepertinya orang ini hendak menunjukkan dirinya. Sepulang kuliah aku pergi ke alamat yang diberikannya. Penasaran juga seperti apa wajahnya.

Tak butuh waktu lama untuk menuju ke apartemen tersebut. Sekarang pintu apartemennya sudah berada di hadapanku. Kuberanikan diri untuk menekan bel di depan apartemennya. Agak lama, baru pintu itu terbuka. Kakiku membeku begitu menatap sosok di hadapanku. Wajahnya lusuh dan ditumbuhi jenggot tipis tak terawat, rambutnya gondrong berantakan, pipinya tirus dan tulang-tulangnya sungguh terlalu jelas. Tapi aku masih mengenalinya. LT, atau orang yang selalu memberiku hadiah, foto dan kata-kata penyemangat lewat amplop biru itu, tak lain dan bukan adalah kak Tyo. Pemuda kurus kering yang kini termenung tak percaya di hadapanku.

“Halo, kak Tyo.” Aku memutuskan membuka pembicaraan. Kak Tyo sedikit terkejut. “Boleh aku masuk?” Ia menganggukkan kepalanya. Aku pun melangkah masuk. Ia menutup pintu dan mengikutiku.
Kamarnya berantakan. Buku dan peralatan fotografi bercampur tak teratur di lantai. Hanya ada satu tempat tidur yang juga berantakan, dua sofa kecil yang beralih jadi tempat tas dan kamera, dan sebuah laptop yang menyala. Kulihat ia berusaha memindahkan barang-barang di atas sofa. Lalu mempersilakanku duduk di sana. Aku menurutinya, dan ia duduk di sebelahku. Rambutnya sedikit ia rapikan.

“Tidak kusangka, kamu akan datang secepat ini.” Ia memandangku tak fokus. Sedangkan aku terus memerhatikannya dari atas sampai bawah. Masih tak percaya dengan semua ini. Bahwa pria di depanku adalah kak Tyo, orang yang sangat melekat di otakku. Bahwa pria ini yang telah mengirim benda-benda itu.

“Kak, apa yang terjadi padamu?” aku memberanikan diri bertanya. “Maaf, kalau aku lancang. Tapi keadaanmu sungguh.. mengenaskan.” Aku menatapnya, mencari bola matanya. Tapi ia malah menunduk dan tubuhnya meluncur ke lantai. Ia merangkak menuju kakiku dan memeluk kaki kananku. “Kak, bolehkah aku sedikit merapikanmu?” tanyaku. Ia mendongak tak mengerti. Mandilah dulu dan keramasi rambutmu. Nanti aku akan memotongnya. Bagaimana?”

Kak Tyo mengangguk lalu berjalan ke kamar mandi. Sementara itu aku merapikan kamarnya. Aku sedikit terkejut menemukan dua bingkai foto di meja kecil samping ranjang. Foto di sana adalah fotoku yang diambil ketika di museum Fatahillah dan saat wisudanya.

Selesai ia mandi, aku menyuruhnya duduk di sofa yang sudah kuhadapkan ke cermin. Sehelai selimut miliknya kulingkarkan melewati bagian depannya. Dan aku pun melancarkan aksiku untuk mendandaninya. Entah dapat ide darimana, aku mengembalikan gaya rambutnya ke masa SMP dulu. Aku juga mencukur jenggotnya agar terlihat lebih rapi.

Saat aku memegang dagunya, ia menahan tanganku. Tiba-tiba wajahnya mendekatiku, lalu bibirnya menyentuh pipiku. Seketika aku menjauhkan wajahku dan tanganku yang bebas memegang lengannya. Mataku melotot dan sepenuh keyakinan kuucapkan, “Kak, kamu kenapa sih? Jangan begitu. Kumohon!”
Mendadak ekspresinya berubah, terkejut. “Maaf.. maafkan aku. Maafkan aku Ri.. aku sungguh.. bajingan!” ia terisak dan menundukkan kepala, “aku tahu aku gak pantas buatmu! Apalagi dengan kondisi sekarang ini. Aku benar-benar bajingan!” Ia mengangkat kakinya ke kursi dan menenggelamkan kepala diantara kedua lututnya.

Aku benar-benar iba padanya. Tapi tak kuasa menyentuhnya sedikitpun, waspada akan seperti tadi. Aku berjalan meninggalkannya untuk mengambil segelas air. Lalu kembali dan menyerahkannya, “ini. minumlah kak.”

“Pergilah.” Katanya selesai meneguk air minum. “Pulanglah dulu. Aku takut menyakitimu lagi. Kumohon.”

Aku bimbang dan akhirnya menurutinya. “baiklah, aku pulang dulu. Kalau kakak butuh apa-apa, sms saja. Aku pamit, Sampai jumpa!”

Aku bergegas melangkah keluar dan menutup pintu apartemen kak Tyo. Tapi aku tak beranjak dari depan pintu itu. Kusentuhkan telapak tanganku di daun pintunya, mengusapnya pelan. Seakan pintu itu adalah wajah kak Tyo.

Mendadak pintu terbuka. Aku gelagapan dan cepat-cepat menurunkan tanganku, sementara yang dibalik pintu nampak terkejut dan memberhentikan ketergesahannya. Kami saling menatap. Aku tahu, ada rindu yang terlukiskan. Aku tau, ada banyak cerita yang ingin terkuak. Aku tau, ada rasa yang terjalin diantara kami.

Tanpa kusadari, tangannya mengambil pergelanganku dan menyeretku masuk. Segera ia tutup pintu apartemennya dan memeluk tubuhku rapat-rapat. Ah, kali ini kubiarkan saja. Aku juga merindukannya. Kubalas memeluknya dan dia pun mempereratnya. Lambat laun isaknya kembali lagi.
“Gila. Aku benar-benar sudah gila. Aku gila tanpamu. Izinkan aku untuk jadi bajingan kelas kakap hari ini saja. Kumohon, Ri. Tinggallah di sini malam ini. Aku akan tidur di sofa. Aku janji.” Pintanya penuh rasa iba di telingaku.

“Hmm, baiklah. Lagipula esok aku tidak ada kuliah. Tapi kakak harus janji, tidak berbuat macam-macam padaku. Bagaimana?”

Pemuda berkulit putih ini mangacungkan kelingkingnya, “ya. Aku janji.” Aku pun menyambut kait kelingkingnya.

---

31.08.2011

Rimie Ramadan is comeback!!
with old-storage-drafts story
hope you enjoy!!

30 Agu 2011

Idul Fitri Ter(kacau+galau)

Terserah lo mau bilang tulisan gue ini menghukum atau apa. Yang jelas gue cuma mau mengungkapkan kekecewaan gue sama Kementerian Agama RI. Gue tahu ini bukan saat yang tepat karena mungkin ini semua akumulasi emosi gue pagi ini. Tapi yang jelas, di pagi yang seharusnya jadi berkah ini, gue dongkol setengah mati.

Tadi malem ada sidang itsbat yang disiarkan ke seluruh Indonesia. Gara-gara katanya hilal belum keliatan. Sidang itu berlangsung ramai, namun hanya keramaian untuk mendukung satu pihak, gue rasa. Segala bukti dan saksi yang diperoleh mayoritas menunjuk ke hari Rabu untuk 1 Syawal 1432 H. Dan minoritas saksi dan bukti dengan gampangnya ditolak begitu saja.

Please!! Dimana keadilan? Dimana yang katanya tenggang rasa? Dimana demokrasi?

Kayanya politik bahkan udah ikut campur urusan agama. Urusan akidah. Soalnya dari bukti dan saksi aja, udah ketahuan. Daerah-daerah yang dipilih sebagai lokasi pengamatan tuh 90 persen kuasa salah satu ormas yang menduduki mayoritas Kemenag RI. Sumpah gue gedek bangeeeet!!! Apalagi waktu debatnya itu. Sh*t banget. Masa begitu udah diputuskan sama Menteri Agama, ada sebuah argumen yang menunjuk bahwa hilal sudah terlihat disertai dalil-dalil yang gue rasa cukup kuat juga. Nah, terus ada satu orang lain ngacung buat ngelawan bantahannya itu. Terus beberapa orang lain, sekitar 2 atau 3, ikut ngacung. Tapi gue rasa argumennya Cuma nguatin si pembantah pertama.

Harapan gue agak menjulang begitu seorang pakar astronomi yang beberapa menit sebelumnya disiarkan khusus, unjuk tangan. Gue pikir, “Nah, gitu dong. Ada ilmuwannya. Ada yang beneran menguasai.” Tapi mungkin karena berusaha netral dan berdasar ilmu yang dipunya, nih orang malah seakan lemah berargumen. Dan muncul lagi bantahan dari orang sebelahnya, yang keliatan banget dari dandanannya nih orang berlatar belakang si ormas mayoritas. Sh*t.

Gue gak ngerti apa maksudnya si ormas mayoritas atau ormas-ormas lainnya. Maksudnya, apakah tujuannya politik semata atau “kesatuan umat”. Frase ini pun beberapa kali sempat muncul dalam adu argumen tersebut. Tapi lagi-lagi, kayanya ini penguasaan politik berkedok musyawarah.

Please dong!! Kesatuan umat yang diajarin ke gue dari jaman gue masih orok sampe sekarang tuh gak kaya gitu yaaa!!! Malu tau pak, sama anak-anak lo yang baru pada masuk TK Islam. Bisa-bisa besok tuh anak ngeraguin bapaknya beneran “ustad” apa “ustad KTP”.

“Perbedaan di antara kita memberi makna di kehidupan, sehingga dunia tetap berputar mengiringi zaman.. Tapi mengapa kita manusia tiada menyadari setiap perbedaan yang ada menjadi tragedi.” sebuah kutipan lagu “Satu Dalam Damai” yang dipopulerkan oleh Snada selalu membuat gue pege nangis. Karena kenyataan sekarang memang begitu.

Please Pak!! Kita sama-sama Islam, mbok ya gak usah ngotot gitu lah. Gak usah sampe puluhan orang ngacung Cuma buat manas-manasin. Semua punya dalil, semua bisa dibilang benar. Apa susahnya sih saling menghargai?? Cuma gegara syarat derajat hilalnya doang, kok repot? Tinggal disamakan beres kan?

Kenapa juga yang minoritas minta izin mengikuti keyakinannya, pake diketawain segala? Plis deh Pak Menteri, anda seharusnya di pihak netral, bukannya malah memimpin pengolokan?

Sedikit cerita. Kemarin bahkan ada tamu yang sedikit curhat ke ibu saya. “Ibu mah enak. Anak-anaknya udah pada gede. Udah bisa ngerti. Nah saya bingung mau ngejelasin ke anak saya yang baru lulus SD. Makanya ntar mau liat keputusan pemerintah dulu. Padahal saya biasanya ngikutin M, tapi kalo gak bisa jelasin ke anak, takutnya salah paham, ngambilnya yang enaknya aja. Gitu..”
Haduuh negeriku porak poranda. Mayoritas Islam, oke. Tapi, kok Islamnya pecah-pecah gini? Padahal Indonesia tuh kiblat kedua umat muslim lho. Masjidil haram aja berbagai macam solat masih menghargai kok.

Intinya semua keluhan ini tuh, kenapa mau nyatuin Islam aja susah? Kenapa harus pake dalil mayoritas? Selama itu ayat dan hadis masih shahih kan boleh aja diikutin. Kalo kitabnya/pedomannya jadi Tadzkirah tuh baru ngaco!!

Sekali lagi, tulisan ini bukan mau menjatuhkan salah satu ormas. Cuma keluhan seorang remaja muslimah yang limbung harus ngikutin nakhoda yang mana. Dan lagi selama bertahun-tahun kok Idul Fitri ini yang paling gak yakin ya rasanya? Apa perasaan gue doang? Huh.

“Dan ikutilah aku, khalifah-khalifah, dan pemimpin-pemimpinmu.” Kata Rasulullah begitu. Tapi kalo pemimpinnya aja terpecah-pecah kaya gini, ngikutin yang mana? Ya Rasul, di saat seperti ini aku benar-benar ingin engkau ada di sini. Ya Rasulullah Ya Habiballah aku rindu padamu..

25 Agu 2011

Learn from Singapore(1)

"Ayo, ayoo 3 menit lhoo!!" dan Klik. Tercipta sebuah senyuman penuh semangat dari para peserta KKA 2011 ini. Inilah kami, siap mengambil ilmu dari negara tetangga demi masa depan bumi.

--

Dan perjalanan pun dimulai. Sedikit demi sedikit hingga akhirnya kami menghalangi aktivitas pengunjung lainnya, kami berkumpul di Underpass bandara AdiSutjipto Yogyakarta. Berkerumun dengan berbagai macam posisi pada pukul 5 pagi. Menanti dengan penuh sabar. Bukan hanya perjalanannya, namun juga sarapan yang telah dijanjikan.

Pukul 6.30, panitia membagikan paspor serta seciprat kalimat pembuka perjalanan. Kemudian kami beruntun mengikuti panitia untuk check-in. Kami menjadi barisan yang mencolok dengan seragam almamater tercinta. Bagasi, Check-In, Imigrasi, dan take off. Oke, sebab keterlambatan pesawat kami tak jadi berfoto di depan pesawat Air Asia QZ 7138 yang menggendong kami menyebrang samudera.


19 Juli 2011 sekitar pukul 10 kami tiba di Singapura. Singapura memiliki waktu 1 jam lebih cepat dari WIB. Dan ini yang menjadi pertanyaan kami, karena secara garis bujur ia berada di wilayah yang sama dengan WIB.

Tour guide di sana bernama Pak Wang dan Pak Amin. Masing-masing nantinya ikut di dalam bis. Kami diantar untuk menyimpan bagasi terlebih dulu di bis sebelum mengelilingi terminal 1 dan 3 Bandara Internasional Changi.

Terminal 1 saja penataannya cukup nyaman. Apalagi dengan taman indoor namun aku ragu tanaman itu semuanya asli. Tapi cukup menyenangkanlah melihat hehijauan sana sini. Belum cukup lena dengan terminal 1, kami harus menuju terminal 3 menggunakan monorail. Kendaraan yang batal dijadikan alternatif transportasi di Jakarta. Dua lapis pintu monorail hanya terbuka beberapa menit. Jadi siapa cepat dia dapat, sesuai dengan pola aktivitas di negeri Merlion ini.

Terminal 3 Changi Int'l Airport
Tak lama keluar dari monorail, mata kami disuguhi suatu ruang luas yang dihiasi oleh sekumpulan kupu-kupu di atasnya. Bukan sungguhan, melainkan sebaris teknologi shading yang belum terjamah oleh pikiran kami. Belum lagi di sebelah kanan anda akan menjumpai tembok yang disulap jadi hutan mini dengan 10.000 tanaman yang ada di Singapura. Tembok itu dipercantik dengan sebuah air terjun buatan. Di sini kami juga menemukan box-box AC 3x3 meter yang cukup menyejukkan dan menghemat energi.



Tak hanya itu, suasana ruang tunggu sekaligus galerinya pun cukup atraktif. Pemandangan dari jendela langsung mengekspos pergerakan pesawat yang datang dan pergi. Tak banyak pengunjung ke terminal ini karena hanya penerbangan tertentu saja yang diatur di terminal ini. Kami termasuk yang beruntung dapat menikmati keindahannya.


Kami langsung beranjak menuju bis setelah sempat membeli SIMCARD Singapura yang harganya 18 atau 25 SGD di sebuah money changer. Dari sebuah Bandara Internasional yang cukup bikin iri sekaligus kagum, kami bertolak ke destinasi selanjutnya.

City Square Mall





Sebuah mall bertajuk Eco-Friendly dan pernah mendapat penghargaan Green Mark Platinum Award oleh the Building and Construction Authority (BCA). Adalah untuk makan siang selain tujuan utama sebuah kelompok yang meneliti objek Green satu ini. Perut lapar dan hanya mencerna makanan halal membawa kami ke The Banquet dan saya mencicip Bibimbap (semacam nasi pecel khas Korea). Jujur saya agak kecewa karena bumbunya kurang nendang. Setelah makan, kami berpencar sesuai tujuan masing-masing. Aku berkelompok dengan Uti, Riska dan Bubos hanya berkeliling mencuci mata.

Dan akhirnya menghabiskan waktu bersantai dengan segelas Jus Dragon Fruit yang penjualnya susah diajak kompromi dan pelit senyum (dan ternyata memang orang Singapura sebagian besar begitu). Difotoin sama bapak2 di meja sebelah pula setelah aku iseng ber-self timer.

Ah, ternyata peristiwa agak mengenaskan terjadi. Kami ber4 dan beberapa lainnya nyaris ditinggal karena miskomunikasi. Sudahlah, lupakan edisi pengejaran dari city square mall hingga ke masjid depan mustafa itu!!

Fragrance Hotel-Pearl
Dimana kamu tinggal? Fragrance Hotel, pak. Fragrance yang mana? Aduh, yang mana ya, lupa pak.



Hati-hati dalam mengingat nama Fragrance Hotel di Singapura. Karena nama Fragrance Hotel banyak dijumpai. Fragrance Hotel-Pearl, lorong 14 Geylang. Salah-salah, kamu dibawa ke Fragrance Hotel yang di Telok Blangah. Hayah kono!!

Fragrance Hotel-Pearl terletak di kawasan Geylang. Kawasan yang terkenal akan prostitusi semacam Sarkem. Suasana malam lebih semarak ketimbang siang di daerah ini. Berjajar aneka tempat makan juga yang bisa dicicipi. Tapi yang halal bisa dibilang langka. Kami mampir di salah satu warung India agar aman, bernama Bilal restaurant yang mencantumkan halal di posternya.



Dan malam yang semakin larut mulai menyeret kami agar segera bersandar di bantal-bantal empuk. Hemm, selamat malam!!


---

25.08.2011

Ria R. Ramadan
photos CR: eka, uti dan saya sendiri
Wish your trip also be good!!

Tangerang Gituu

Tangerang dengan kemetropolisannya menyambutku dengan aneka nostalgia masa remaja. Even I'm still teens, the last teen. Direncanakan sebagai kota metropolis sekunder segalanya terasa lebih mudah meski keaslian adat budayanya sudah melebur bersama limbah kendaraan bermerek. Dan beberapa waktu lalu, sungguh menjadi pikiranku untuk menggali kembali adat dan budaya masyarakat asli Tangerang. Dipadukan dengan sentuhan teknologi. Jadi akan tercipta semacam Tamanpintar, yang satu kompleks dengan Taman Budaya Yogyakarta dan pusat jendela dunia, Shopping Book Market.

Apalagi sekarang di kawasan Gading Serpong telah berdiri kampus UMN dan sekelilingnya menjadi kawasan terpadu. Sepertinya layak dicoba apabila ada pendukung dan dana, serta perencanaan yang matang. Untuk sementara ini hanya wacana saja. Jika ada yang mau mengembangkan, mohon komentar di blog ini. Terimakasih.

18 Agu 2011

Your Existence

You're not special, I know
Just one of a kind, you showed
and there's no important when i met you
Never had any wonder we can go this far

A)But your voice (your voice)
Seems a healing one for me
The way you caress me (caress me)
That made me so comfort along with you

B)And your eyes (your eyes)
never thought it would see my heart
see me through (see me through)
Then get a place inside, oh you

I've been having a lot of romance scenes
But no one seems like this
I am obviously running into you
Can't believe that
now I've fallen in love with you

*repeat A, B,

Hoping someday
We complete each other's piece
to build many more stories
and forever
til the day has come
we treasure our lives together

---

18.08.2011
Rimie Ramadan

dedicated to somebody,
"I know you will read it even you wouldn't understand"
the pieces of hope he given me these days

thank you for read and sing together!! (this is a song, you know)

16 Agu 2011

17

berkorban darah tiada lelah
lengan kekar dengan baju dilinting
gagah berani mengusung bambu runcing

ingatkah kau kala seorang
berkorban tanpa kenal kata pamrih
tak peduli berapa keringat yang terperas
demi melindungi ribuan jiwa yang tertindas

ia yang berlari
tergopoh-gopoh bersembunyi
hanya dalam hitungan jari

bayangannya menghilang lewat pintu belakang
seakan ia buronan
padahal ia pahlawan

dan ketika sosoknya yang tegar dan radikal
terdeteksi memeluk dahan apikal
di antara daun-daun dan buah kelapa nan segar
dan akhirnya, CTAAR!!

Seketika darahnya memancar
menyedot kesadarannya
menumbuhkan rasa penghargaan kepada sosoknya
dan menghantarkan jiwanya
ke haribaan Sang Pencipta

Ya Allah, inilah seorang pamanku
satu dari berjuta pemuda
yang merelakan jiwanya demi Indonesia
semoga Engkau meridhai keikhlasan beliau
dalam menghabiskan masa mudanya
demi keluarga dan kemerdekaan bangsa


----

16.08.2011

Rimie Ramadan

also posted in abdulkaharfamily.blogspot.com

"Bangsa yang besar adalah yang menghargai jasa pahlawannya"
Memperingati hari kemerdekaan Republik Indonesia ke-66

13 Agu 2011

diam!
sudahlah. tak guna kau bicara
sembunyi saja dibalik kepalsuanmu%
tak ada yang tahu

diam!
kujadikan kau panutan
seenak jidat kau belotkan
aku
ke dalam jurang tanpa dasar

apa guna kau?
apa kau peduli?
setitik pun tak tergambar
di belangmu yang amburadul

kau masih berharap
aku
percaya?
sudah
logam bisa mencair
air pun bisa jadi badai

kita
pisah
kau di tempatmu
aku di jalanku

Rimie

10 Agu 2011

Mimpi, Pertanda?

Sekitar 3 hari dari hari ini, aku membuka mataku dengan tersenyum. Aku memeluk guling dan menarik selimutku lebih erat. Seolah jika aku melakukannya, mimpi itu akan berlanjut. Seakan mimpi itu nyata, aku bergumul dalam selimutku menghangatkan diri.

"Hah.. sampai sudah di bukit ini!!" ucpku ceria. Ketika itu aku bersama beberapa orang yang aku lupa wajahnya. Kami bermain-main cukup lama. Sementara hawa perlahan menyejuk dan seketika kami berpandangan. Tak lama kemudian, butir putih mulai turun dari langit. Laksana awan yang diparut hingga berbutir kecil. Perlahan, dengan kilapnya menembus bidang terdekat. termasuk tanganku. Melebat, menyeruak dan dalam sekejap semua pemandangan hijau itu berubah menjadi hamparan salju. Indah dan terasa nyata.

Lalu 2 hari setelah itu, atau malam kemarin, aku kembali terbangun dengan mimpi yang berkesan. Namun kali ini aku kebagian mimpi tentang seorang anak kecil. Entah siapa anak kecil itu, aku juga tak kenal. Bahkan tak tahu. Mendadak menjadi tokoh utama di mimpiku. Dan membuatku banjir airmata.

Aku melihat kelahiran bayi kecilnya. Dia menangis meraung, berbarengan dengan ditaruhnya bayi merah lain di sebelahnya. Tak dinyana, keduanya bertetangga dekat. Keduanya tumbuh bersama. Hingga suatu hari, si anak tokoh utama ini harus pindah ke ibukota. Meninggalkan kampung halamannya untuk waktu yang cukup lama, hidup di rumah kerabatnya tanpa didampingi orangtua.

Persahabatan yang kental ternyata dapat diperdaya oleh waktu.

Suatu hari yang biasa, si anak ini disuruh pulang kampung oleh ibunya. Menurutlah si anak dan esoknya segera menuju kampung halamannya. Sesampainya di rumah, ia melihat kedua mata ibunya lebam seperti bekas menangis ditambah beberapa jejak airmata di pipinya. Ia bertanya pada ibunya perihal keadaan beliau. Namun sang ibu hanya menyuruhnya bersiap-siap, agar segera berangkat. Tanpa banyak omong sang anak lagi-lagi menurut. Usianya yang masih cukup muda ketika itu, mungkin sekitar 8 tahun, masih dalam masa ogah membantah. Baju yang ia siapkan ternyata telah diganti oleh sang ibu begitu ia selesai mandi. Kemeja putih, dasi hitam dan setelan hitam. Ia berpikir, "Apakah seformal itu acaranya?" sampai harus memakai setelan.

Lagi-lagi ia menurut. Ia memakai baju itu dan bersisir. Beranjak dari kamar, ia melihat ibunya telah rapi dan siap di depan pintu. Mereka pun berangkat. Sepanjang jalan sang ibu tak henti menyapu sudut matanya. Si anak tak henti menanyai dirinya sendiri.

Sampailah mereka di suatu gedung yang mirip rumah duka. Dan ternyata benar. Dari luar terlihat busana-busana gelap dan pita-pita hitam berjajar. Pertanyaan berikutnya adalah "Siapa?" dan segera ia mendapat jawabannya.

Di peti yang berukuran lebih kecil dari peti dewasa, ia melihat jenazah teman kecilnya terbujur dengan busana terbaiknya. Matanya memejam, tak ada lagi kilau nakalnya. Tangannya menyatu di dada. Seakan kedamaian telah menyelimutinya. (di sini aku mulai ikut menangis)

Tubuh si anak gemetar. Ia segera berlari keluar, meninggalkan sang ibu. Ia berhenti di undakan dekat sebuah kolam dan terisak sendirian. Cukup lama, sebelum ada seseorang menghampirinya. Orang itu memberikan sebuah amplop dan kotak berpita.

Ia membuka amplop berisi surat tersebut. Isaknya kembali menderas. Surat itu berisi permintaan maaf dan ucapan terimakasih. Serta mengungkit beberapa kenangan mereka. Belum cukup, ia membuka kotak berpita. Isinya foto2 beragam sejak mereka masih bayi hingga sesaat sebelum keberangkatannya ke ibukota.

Dan seketika tangis itu membawaku ke kehidupan nyata. Dan aku masih terus menangis entah untuk berapa lama. Percaya atau tidak, ini mimpiku. Bukan karangan semata. Entah untuk apa mimpi ini hadir di tidurku. Yang jelas satu hal yang kupetik, "Persahabatan itu dijalani lebih dari satu pihak, namun jika pihak lainnya telah tiada, persahabatan itu tetap nyata."

Ria R Ramadan
10.08.2011

4 Agu 2011

Hikari no Dojou (1)

Prolog
Terjadi pencurian di sebuah bank dan toko perhiasan di daerah Kyoto yang terjadi pada satu malam. Tindak pencurian ini sungguh meresahkan warga masyarakat hingga mereka berbondong-bondong mendatangi kantor polisi di komplek tersebut untuk mengajukan komplain. Mereka mengenali ciri-ciri pencuri itu sebagai pemuda kurus dengan mata yang tajam.
“Hikari-san, kau tangani kasus ini, oke? Aku tak mau lagi mendapat laporan dari masyarakat saat aku menghadiri pesta ulangtahun presiden besok.” Kata Inspektur Kepala.
“Siap, komandan!” jawab polisi tersebut seraya menghormat.
1
Bruk.
Tap tap tap.
“Onee-chan!” Seorang gadis berwajah imut memanggilnya.
“Ssht!! Pelankan suaramu, Aya-chan!!”pencuri bernama Hikari menjulurkan telunjuknya mengunci mulut sang adik. Gadis itu mengangguk lalu membantu membawakan barang-barang hasil curiannya. Hikari pergi ke kamarnya. Aya mengikuti kakaknya.
“Kak, kamu tidak apa-apa?” Dia bicara selirih mungkin agar tak ada yang mendengar. Tangan kanannya mengusap pelan wajah kakaknya yang telah bebas dari topeng ninja. Aya mendesah, “Kukira kau sudah tahu baik aku mencemaskanmu. Yah, tapi.. apa boleh buat. Gomen ne,” Aya membungkuk. Air matanya mulai jatuh ke lantai kayu.
Hikari memandanginya untuk sesaat sebelum mengelus rambut saudara semata wayangnya. Perlahan dia mendekati Aya dan memeluknya. Menukar perih dan kekuatan satu sama lain. “Jangan cemas, Aku akan selalu melindungimu. Aku janji.”
2
Kimizuki Hikari berjalan-jalan santai hingga sampai di sebuah taman kota. Tangannya menggapai sebuah bangku. Lantas ia duduk di sana. Cukup lama ia melamun, hingga tak menyadari seorang gadis duduk di sebelahnya. Gadis itu menepuk bahunya. “Mau minum?”
Lamunan Hikari buyar serta merta menengok ke sumber suara. Ia melihat tangan berkulit kuning langsat menyodorkan minuman kaleng yang sudah dibuka. Ia kemudian menatap sang empunya dan menggeleng, “Tidak. Terimakasih.”
“Cih. Kau ini, baiklah kalau kau takut kuracuni,” tangan gadis itu kembali masuk ke plastik yang dibawanya, “nih. Masih utuh, belum dibuka.” Sodornya lagi.
“Haah. Baiklah. Jangan menyesal ya.” Hikari menyambar sekaleng minuman lainnya dari tangan gadis itu. Ia mendengar gadis itu terkikik. Ia pun ikut tertawa.
“Hei, siapa namamu Tukang Paksa?” tanya Kimizuki Hikari selesai mereka tertawa.
“Jangan panggil aku seenaknya, ya! Namaku bagus. Hikari. Shouto Hikari.” Jawab gadis itu mantap.
Tapi pemuda di depannya malah tersentak hingga nyaris tersedak. “Uhuk. Kok.. sama? Namaku juga Hikari. Tepatnya Kimizuki Hikari. Salam kenal.” Ia menjulurkan tangan dan segera dijabat oleh Hikari.
3
Malam itu Hikari tidak melakukan aksinya. Ia terdiam di kamarnya. Badannya cukup lelah setelah membersihkan seluruh dojo sore tadi. Aya masuk ke kamarnya setelah mengetuk pintu. “Kak, makan.”
Hikari bangun dari tempat tidurnya. Lalu mengikuti adiknya ke ruang makan. “Masak apa kau malam ini?”
“Yakiniku ditambah Sup miso. Oya, aku juga membeli buah peach di pasar tadi.” Jawab adiknya.
Selera makannya terbit mendengar makanan kesukaannya itu disebut. “Sepertinya lezat nih.” Ia duduk di salah satu sisi dan mengambil mangkuk Sup miso. “Tapi ingat, kau jangan berfoya-foya lho.” Nasehatnya sebelum menyeruput kuah miso kesukaannya.
Aya tersenyum. Bersiap mengambil mangkuk nasi. Dengan sumpitnya ia mengambil potongan-potongan daging yakiniku ke atas nasinya. “Malam ini kau pergi?”
“Tidak.” Hikari mengikuti adiknya, menyuap sekali sambil melanjutkan. “Aku lelah habis membersihkan dojo. Lagipula tangkapan kemarin cukup banyak bukan? Bisa untuk sebulan lah kira-kira.”
“Syukurlah. Aku akan tenang kalau begitu.”
4
Shouto Hikari kembali menjalankan aksinya. Ia bersembunyi di antara dahan-dahan pohon. Mengamati situasi target tangkapannya kali ini. Setelah dirasa cukup aman, ia mulai menuju ke atap. Target kali ini adalah rumah seorang pejabat yang dikenal sombong dan pelit. ‘Sedikit memberi pelajaran. Anggap saja balas dendam dari rakyatmu.’
Ia merangkak menuju sebuah jendela, menurut pengintaiannya jendela itu telah lepas engselnya. Dengan mudah ia masuk ke dalam. Ia memastikan tak ada yang menyadari keberadaannya. Lalu secepat kilat ia menyikat barang-barang mewah di rumah tersebut. Sejumlah perhiasan, uang dan beberapa koleksi benda antik yang pasti mahal itu ia bungkus rapi.
Tapi ketika ia hendak keluar dari jendela yang sama, ia menemukan seorang polisi sedang berpatroli di bawah sana. Dan sepertinya ia pernah tahu wajah orang ini. Segera setelah jaraknya cukup jauh, dengan lihai Hikari keluar dan melompat melalui atap-atap rumah hingga kembali ke dojonya.
5
“Onee-chan.” Aya memanggil namanya saat Hikari sedang melatih murid kelas khususnya.
“Ada apa, Aya-chan?” tanyanya lembut kepada adik satu-satunya itu.
Muka Aya sedikit bersemu merah. Pandangannya juga tidak fokus, terbagi antara memandang kakaknya dan sekumpulan murid di hadapannya. “Ano.. persediaan ocha kita habis. Bisakah kau membelikannya di warung ujung jalan?”
Hikari tersenyum simpul. “Aah. Boleh saja. Tapi..” Hikari menolehkan kepalanya ke murid-muridnya sebentar kemudian memandang Aya lagi. “Kau janji menceritakannya nanti malam. Oke?” suara Hikari membisik.
“Onee-chan!!” Pipi Shouto Aya semakin memerah digoda kakaknya. “Baiklah. aku janji. Oya, bisakah kau juga membeli kue kering? Untuk camilan.”
“Baiklah gadis keciil!!” Hikari mengelus dagu Aya. Membuat Aya semakin ngambek dan meledaklah tawa Hikari.
6
Hikari baru saja menyelesaikan permintaan Aya. Ia pun hendak kembali ke rumah mereka yang berfungsi sebagai dojo. Namun sebuah papan informasi menyeret matanya. Sebuah poster ukuran A3 memasang wajah seseorang yang berbalut seragam ninja. Di bawahnya tertulis “Pencuri Kelas Kakap. Bagi yang menemukannya segera lapor ke pos polisi terdekat. Akan diberikan hadiah sebesar 10.000.000 yen.”
Hikari tersenyum. ‘Jumlah kecil. Tak seberapa dengan hasil tangkapanku. Cih. Dasar pemerintah.’ Ia masih memandangi gambar itu cukup lama.
“Hei sedang apa kau, Shouto-san?”
Sebuah panggilan mengagetkannya. Ia menoleh, dan terpampang sebuah wajah yang ia kenal seminggu lalu. “Ah, tidak. Aku hanya terpesona dengan hadiah sayembara ini. Besar sekali.” Katanya mengelak.
Polisi bernama sama dengannya itu mendekati dan sama-sama melihat poster yang ia buat. “Hm. Setimpal kok dengan buronannya.” Kimizuki Hikari menoleh ke gadis di sampingnya. “Kau tahu, dia pernah mencuri di bank dan toko perhiasan sekaligus, dan keduanya dilakukan pada malam yang sama!!” cerita Hikari menggebu.
‘Tentu saja aku tahu. Bodoh.’ “Ah, benarkah? Itu benar-benar gila!” katanya bohong.
“Oh, ya. Ngomong-ngomong dari mana kau? Mengapa berpakaian seperti itu?” tanya polisi muda itu, seakan menginterogasi. Hikari menatap gadis di depannya dengan raut bingung.
“Ini. Aku baru saja membeli ocha dan beberapa kue kering pesanan adikku. Dan akan kembali ke dojo.” Hikari menunjukkan bungkusan coklat yang ia bawa. “Oh, aku belum memberitahumu ya. Kimizuki-san, aku ini pelatih karate.”
7
“Kimizuki-san, aku ini pelatih karate.” Kalimat itu terus bergema di telinga Kimizuki Hikari. Ia membayangkan wajah gadis bernama sama itu, tak habis pikir. ‘Wajahnya imut. Badannya yah, cukup tinggi sih. Aku tak menyangka dia sudah jadi pelatih.’
“Hei. Kenapa kau melamun, Hikari-san?” tegur seorang polisi wanita berpangkat jendral. Dia Fujiwara Ito, Wakil Kepala Inspektur di perfektur ini.
Hikari-san hampir saja terjatuh dari “kursi goyangnya”. Seketika ia menggeleng, “Ah, tidak. Saya hanya memikirkan taktik untuk menangkap pencuri itu. Bukankah itu sudah menjadi tugas saya?” jawabnya bohong.
“Oh. Baguslah kalau begitu. Tapi kuharap kau segera menyusun strategimu itu. Jangan Cuma dipikirkan. Mengerti?”
“Siap, komandan!” Ia menghormat sambil menegakkan kembali duduknya.
8
Makan malam Hikari dan Aya berlangsung sepi. Aya yang biasanya membuka percakapan, kini bungkam. Akhirnya selesai makan, saat mereka menikmati ocha yang baru dibeli sore tadi, Hikari membuka percakapan.
“Aya-chan. Seleramu bagus juga rupanya.”
Glek! Hampir saja Aya menyemburkan sisa dalam mulutnya. “Onee-chan!” dilihatnya Hikari tertawa puas.
“Haha. Maaf dik. Tak kukira kau sekaget itu. Kau benar-benar menyukainya ya?” selidik Hikari.
Muka Aya memerah lagi. Kali ini persis seperti kepiting rebus.
“Setahuku, dia itu belum lama tinggal di sini. Baru dua tahun sepertinya.” Tutur Hikari. “Orangtuanya bercerai. Ia dan ayahnya pindah kemari lalu ayahnya menikah dengan orang sini.”
“Ya. Beliau aslinya dari Korea, tapi cukup fasih bahasa Jepang. Ayahnya seorang penjaga barang yang transit di pelabuhan. Makanya bisa bermacam bahasa. Terutama Jepang.”
“Ahahaa.. sepertinya kau benar-benar sudah dekat dengan Park Seungji!! Ahahahaahaa..” tawa Hikari sungguh lepas malam itu. Membuat muka Aya semakin matang.
“Hikari onee-chan!! Dia kan cukup terkenal diantara para murid. Aku hanya sering mendengar obrolan mereka saja! Lagian dia lebih sering memujimu daripada aku. Dia sangat mengagumi dirimu Onee.” teriaknya malu.
“Hahahaa. Terserahlah Aya-chan. Tapi, kuberitahu sesuatu. Jangan cemburu padaku. Karena aku tak suka padanya. Lagipula menurutku, itu hanya alasan untuk mendekatimu. Hyahahahaa..”
Bibir Aya melengkung ke atas. Tapi tak dipungkiri, pipi dan hatinya makin bersemu.

NYAMBUNG

2 Agu 2011

Thank God It Ends

After some times I finally had courages to send a 'usual' sms.
Some times that I can't call it short.
That loser soul, tried to throw it further.

See my phones a while then leave
to take a break for my all-day fasting
Cause I really think that's a usual thing
and I leave it some times without notice

I'm eating my meal when my sister's shouts
"New messages in your inbox!!"
Nothing shocks, cause friends I sent them too
"Ok, after finished rite?"

I take my phone and find inbox
the usual friends replies and some ads
what takes my eyes out is that number
that I remember out of my mind

Still gives me shocks
It likes saying goodbye
to the cold symptoms between us

thanks anyway being that nice
now I can clearly smile

---

Rimie Ramadan
02.08.2011