30 Nov 2015

Kemuning dari Merapi (1)

Namanya Kemuning. Gadis ayu putri bapak dukuh di dusun Karangkendal di Puncak Merapi. Aku menjumpainya tahun 2009 kala melaksanakan tugas KKN dari kampus. Kulitnya hitam manis, eksotis. Rambut hitamnya terurai panjang di kala senja, namun terikat rapi pada pagi hingga siang ketika ke ladang. Sungguh tipikal gadis Jawa idaman.

Kemuning selalu menjadi pembicaraan tim KKN ku. Terutama para jejaka yang masih jomblo. Bahkan Tyo, ketua tim kami sempat meminta nomor ponsel si gadis. Permintaan itu ditolaknya dengan kalimat "Saya masih sekolah, mas. Ndak diijinkan bapak pegang ponsel." Kompak kami mengejeknya selepas kejadian itu.

Selepas lulus, aku mengisi waktu luang sebelum wisuda dengan naik gunung. Beberapa kali kusempatkan mengunjungi rumah pak dukuh. Beliau membuka pintu dan menyapaku, "Wah, mas Damar. Piye kabare mas?" Dan menyuguhkan teh hangat yang dibawakan oleh istrinya atau Kemuning. Kadang pun aku menumpang bermalam jika cuaca kurang baik untuk meneruskan perjalanan. Bapak dukuh sampai menganggapku sebagai anaknya sendiri.

Kini, sudah lima tahun berlalu. Lelah dan penat pekerjaan di Jakarta membuatku ingin rekreasi. Kutapaki diri ini kembali ke kota yang tak lekang waktu bernama Yogyakarta. Kota dimana tiap orang yang pernah singgah atau menetap akan merasa "kembali pulang".

Begitu banyak kejutan yang kudapat saat menelusur jalanan kota ini. Jauh, jauh sangat berubah. Tidak lagi seperti dulu. Tepi jalannya telah ditumbuhi pencakar langit. Sembari menikmati suguhan pandang Yogyakarta, anganku menarik diri kepada Kemuning. Pasti ia telah tumbuh menjadi wanita yang mempesona. Sedang apa dia? Masihkah bercocok tanam seperti dulu? Atau sedang menempuh perkuliahan? Jika iya, pastilah ia gadis yang paling cerdas dan akan segera lulus. Tak sadar aku pun terlelap dan berjumpa dengannya dalam mimpi.

-bersambung-

Yogya, 30.11.2015.
Rimie Ramadan

5 Nov 2015

Henry Maclaine Pont

"Arsitektur adalah bagian dari kegiatan manusia dalam menciptakan sesuatu untuk dirinya agar keluar dan menundukkan alam."

Arsitek berdarah Belanda ini lahir di Jatinegara pada 1885. Latar belakang pendidikannya adalah Insinyur Pertambangan. Namun melanjutkan studi arsitektur di THS Belanda.

Konsep desain Pont
- Independen dalam prinsip desain
- Penggabungan kekuatan lokal ke dalam desain.
- Menjawab permasalahan lingkungan dan iklim sekitar
- Bahan dan buruh berasal dari lokal setempat.
- Kombinasi unsur dekorasi dan konstruksi tradisional dengan arsitektur kolonial Belanda, dengan material kayu dan bata.

Teori desain
- Menjawab kebutuhan sosial, bukan keinginan dengan paradigma budaya dan alam.
- Mencerminkan hubungan yang logis antara bangunan dan lingkungannya.
- Menggali dan mengkaji arsitektur tradisional (adaptasi regional)

Prinsip desain
- Penekanan kesatuan antara bentuk, fungsi dan konstruksi.
- Gaya arsitektur menjawab kebutuhan sosial.
- Lingkungan menjadi bagian penting yang menyatu dengan bangunan.

Contoh bangunan: Aula Barat dan Timur ITB, Stasiun Poncol Semarang, Gereja Pohsarang Kediri.
---

catatan Kuliah Arsitektur Kolonial pada 4 November 2015
oleh Bp. Dimas Wihardyanto

6 Okt 2015

Self Dialogue

*self dialogue*
Hey Mie, blogmu meh 10 tahun tapi kok banyak gak mutu isinya? Gak kayak yang lain, yang "layak jual". Udah gitu banyak hutang konten yang gak jelas. White Rose? mana kelanjutannya? Si Kyoko akhirnya mati apa enggak? Dokumentasi kepergian juga gak dilanjut. Mbok ngeksis kayak temen-temenmu itu lho.

Uhuk.

Sudah hampir 9 tahun sejak aku menulis pos pertama di blog ini. Mulai dari menjadikannya sebuah diary, bahkan sebagian besarnya hingga sekarang tetap diary, hingga pos tentang perjalanan. Sejak judul blog masih sekedar "Rimie Ramadan", dengan template seadanya. Lalu pengubahan judul jadi "A Little Corner of the Green Jail" sejalan aku masuk SMA IIBS RI. Hingga akhirnya menjadi "Pondok Rimie" dengan tagline "tempat kaburnya Rimie Ramadan". Yep, this is my hut. If you may not find me, try to look at the posts here. For maybe i post it from another IP address. I also find tranquility in this blog. I find it as my hut-to-hide.

Pada waktu senggang setelah nulis entri baru, aku sering membaca ulang pos lama. Cekikikan, sedih, rindu, marah, bete, semua itu keluar sendiri saat membacanya. Emang sih, aku gampang "baper" istilah anak sekarang, semacam larut dalam perasaan. Makanya aku sendiri heran aku mendadak jadi masuk arsitektur. Dan akhirnya kewalahan. Hahaha.

Seheboh apapun blog komersil, blog perjalanan, makanan, atau apapun itu, kayaknya aku akan menjaga Pondok Rimie sebagai pencecar perasaan. Isinya kalo bukan diary, puisi, cerpen, yaa disisipin entah studi atau berbau religi. Haha.

Hei Pondok Rimie, tetaplah bersamaku selalu. Sabar ya kalo aku lagi "ngumpet". Hehe..

Memberi

Ketika kita memberi, menandakan kita ingin melihat orang yang kita beri menjadi bahagia. Kita memberi, karena kita sayang. Kita memberi, karena kita merasa cukup dengan apa yang dimiliki, karena itu kelebihannya kita beri. Kita memberi, karena sadar orang yang kita beri lebih membutuhkan dari kita, tanpa bermaksud mengangkuhkan diri bahwa kita “punya” atau meremehkan si penerima bahwa dia “kurang”. Ketika kita memberi, kita tidak berharap imbalan apapun melebihi sebuah senyuman.

Senyum bahagia yang membuat kita yang memberi turut merasa bahagia, karena rasa sayang kita diterima dengan rasa syukur pada Pencipta. Cukup pada Sang Pencipta, tak perlu kepada kita. 

Cukup pada Sang Pencipta, tak perlu kepada kita. Diulang? Ya, karena selama ini ada yang salah kaprah dalam menerima sebuah “pemberian”. Pemberian yang tulus, ia artikan sebagai sebuah hutang budi yang harus dibalas secara langsung, tunai. Hal ini yang justru memutarbalikkan makna dari sebuah pemberian.
Mengartikan pemberian sebagai sebuah “suap” yang harus dibalas agar “putih” kembali. Bahkan justru membuat sang pemberi merasa tidak enak untuk memberi lagi di kemudian hari. Terkadang timbul rasa jengkel karena mendapat “balasan” yang terlampau hebat. Huft, entahlah. Adek lelah, bang.


21 Agu 2015

Please Don't

There you are. Caught easily by my eyes. Looking seriously at automotive magazine. Wearing aqua blue polo shirt and jeans, as usual. Slowly I walk into you. I sit across you. You still didn't notice.

"When will u put it down, huh?" I said.

"Just take your order. I will wait." Without any cling, he just said that and keep going.

Taking 10 minutes choosing my order, then the waiter flew giggling.

"Why? is there something wrong with me?" I am confused.

The boy in front of me just smile. He puts the magazine off, said "No one will keep quiet seeing a 40 kg body orders 2 pan of pizza, salad, and also the dessert.All for yourself." and laugh.

"Anyway, I should tell you something." He picks a flyer from bag. "Here." he shows.

---bosen dulu, lanjut kalo mood---

18 Agu 2015

RidhoMu Tuhan, berasal dari Ridho Orangtuaku

Bahkan mengubur perasaan dan keinginan ternyata justru menumbuhkan salah paham.

Kadang ingin menggalinya lagi dan mengambilnya diam-diam, tapi terpaksa dikubur lagi.

Demi senyuman mereka. Kebahagiaan mereka. Supaya mereka senang.

Dan ternyata apa yang telah dikubur itu adalah benih, yang justru tumbuh seiring waktu.

Membungakan rasa tidak percaya, dan membuahkan ketakutan.

Apa daya, benih itu telah menjadi pohon serupa beringin.

Besar mengakar, buahnya pun banyak namun tak terlihat.

Berjatuhan, atau dimakan makhluk yang lain.

Manusia punya akal, berhak memilih.

Berhak menentukan keputusan, dan bertanggung jawab atasnya.



Di sini, hanya diri ini yang tak pandai berkomunikasi.

Bahkan ekspresi sering tak serasi dengan kondisi.

Apa yang kuinginkan?

Apa yang kubutuhkan?

Hidupku serasa sebuah dikte dari kecil

Hingga bahkan aku tak bisa memilih sendiri hal yang kusukai

Semua berkomentar, dan aku patuhi mereka



Sehingga aku pandai membahagiakan orang lain

Dan menganiaya diriku sendiri

Sudah sedari dulu



Maaf, aku tak menyangka

Bahwa kepatuhan ini memiliki batas

Maaf, jika akhirnya

Aku pun menyalahkan kalian untuk masa laluku

Maaf, dan bolehkah aku pergi?

Aku ingin mencari hidupku sendiri

Hidup yang buatku bahagia secara murni

Bahagia pada diriku sendiri



Bolehkah?

25 Jul 2015

Kalaulah boleh memilih

usahlah kau urus sisi diriku
aku pun tak peduli lagi
kau boleh katakan sesukamu
tapi jangan kau korek lukaku lagi

luka ini, sekalipun tertutup debu dan waktu
akan memiliki bekas, setidaknya memori
kuhargai pemberianmu ini
dan kuingat sampai nafas berhenti

indah hidup yang kau katakan
bijaksana yang kau bandingkan
tak lihatkah kau aku punya hak
untuk putuskan

beribu kali maaf kau lantunkan
sebanding dengan pertambahan tusuk dan lebam yang kautanam
dan semakin hari
semakin kuperkokoh benteng ini
kumuseumkan luka ini agar abadi

tak pernah sekalipun kau coba menembus benteng itu
meski kucoba gelarkan karpet merah padamu

jika kini kau baru mencoba masuki
bernegosiasi dengan negri yg kubangun ini
tidakkah kau lihat
karpet merah itu telah kugulung kembali
gerbang telah kukunci rapat
ganda
kuncinya pun telah kutelan

sekalipun aku keluarkan kemaafan
bukan berarti luka itu berangsur pulih
karena sejatinya ku telah lumpuh
hilang segala daya juga rasa percaya

kuanggap kau hanya ada
tanpa identitas apa-apa
entah siapa yang mampu membuatku
luluh dan memaafkanmu
dialah yang akan menjadi penolongmu
untuk bantu membujukku
membuka gerbang kembali
untukmu, dan memberikanmu
kemaafan yang paling tulus

dia yang jadi tabib pengobat
kelumpuhanku yang nyaris abadi

kalaulah boleh memilih
aku akan tinggal bersamanya
mengobati luka secara perlahan
dan menjauh darimu
penyebab luka terdalam

---

Ria R. Ramadan
Yogya, 25.07.2015
setelah subuh gempa dan dialog airmata

1 Jul 2015

Anak Petani Tembakau (2)

kelanjutan dari Anak Petani Tembakau (1)

Anak gadis itu didiagnosa menderita Bronkhitis. Ia harus dirujuk ke Rumah Sakit untuk perawatan terapi lebih lanjut. Anak gadis ini mengelak, keberatan dengan pertimbangan biaya RS yang tidak sedikit. Bersikeras dijalani dengan biasa, ia pun tidak mengabari orangtuanya. Tidak ada yang perlu tahu, menurutnya.

Dua minggu berjalan, batuknya semakin parah, bahkan disertai pingsan akibat kehilangan nafas. Hal ini membuat pihak sekolah menghubungi orang tuanya di desa.

Orangtuanya kaget bukan kepalang. Ibunya yang menerima telepon bergegas lari menuju ladang tembakau yang sedang digarap sang suami. Nafasnya terburu, dadanya tercekat, panik memanggil nama suaminya. Mengabari apa yang disampaikan sekolah.

Sang suami sempat terdiam mendengar apa yang disampaikan. Sejenak kemudian, ia melempar sabit yang sedang dipakai untuk menyiangi rumput liar di lahan tembakau. Tergesa ia menghampiri istrinya, lalu berlari ke rumah.

One Fine Day

One Fine Day
OST: “One Fine Day” by Jung Yong Hwa
--
“Where are you? Oh, right there!” The girl waves to a certain place. “How are you?”
“Fine, thanks. How ‘bout you?”
“Despite of this engi-math task, I’m fine too, haha.” They giggles.
“That’s why I’m here, right?”
“Yes, I need you! Oops, I mean your textbook!”
--
That day, the girl make a she-thought-is-good-but-actually-bad scenario. And ended make the boy confessing love. A not-direct confession, but she accept it anyway later. She made him cried, thought he was a softened heart boy. Indeed he is.
--
That moments were the ones who girl can’t erase. When boy started a plan of making property developing company, and they talked about architecture and building plan since they studied the similar field. Girl learned a lot, also the boy. About the love, it gradually grown positively.
--
They made a company of pasteurized milk together. The boy bravely made a decision to borrow some money also from the girl’s mom. That was when all the bad news were coming. All the way, the company works, but the income didn’t met the BEP. They could not extend the rent. It went bankrupt yet it left so much debt. The girl’s mom who’s very idealist and already spent a big money there feel displeased and started to hate the boy.
--
The boy is graduated. They’re still in relationship, but started messed up. First of the mess was the boy couldn’t get a job, the girl helps him and put him on her mom’s company. There’s a miscommunication between him and the field supervisor, and it made him in a bad situation. Her mom started feeling annoyed and take the anger to the girl. She did not know what to do, since she still in belief that she can rely on him. But the idealist mom always took her chance to blame him diplomaticly.
--
The mom forced them to stop meeting each other. The girl who has a deep pain started to have a backstreet movement. They still come visit each other but not informed the mom.
--
On the worst move, the girl started become an idealist too. She thought a bad side which happened to her. And she started blaming him too. She didn’t want him to be more killed, so she thought of a real broke up. And yes, they broke up in a worst moment, yet it happened on the Fitri Day, which should be a forgiveness moment.
--
Now, almost half-a-year of the dismission. The girl is in the do-the-script condition. They still contact each other, but in a friend relationship. When it comes the girl have problems with mom, she came to the boy. Then the boy said that he’s already in an enclosure relationship with some girl. The girl become excited and support him so much.
The boy asked, “is it really okay?”
“Yea, it is up to you. You who do the rel..”
“Nope! I mean, you.” He cut her words. “Is it really okay with you? Do you really allow me to be with a girl?”
“Yup!” the girl ensures. “If she can do better with you than me, then you deserve it.” Girl said happily. All she could think that moment was her final project and the other schedules coming in.
“Okay then. Well, see you another time. Don’t cry if I take her with me, okay?”
“Nope! I won’t!”
--
Six months later
Girl called the boy. Told him some business offer that would require her mom’s money and permission. She wants to inform her mom, but she was so scared caused of the big money required. The boy said it’s okay to give him a call.
She called.
They talks about the problem. Then girl cries because of her true feeling about her relationship with her mom. The boy agrees. He said felt the same way towards them. He also felt the awkwardness in my family. The girl worried about having a future husband like her mom. She could not even imagine it. Only the boy would understand how she feels. Only the boy whom could share the same feeling. As their relationship stayed for 3 years.
Then they change the topic to divert the sadness in her eyes. They talked about the boy and his on-enclosure girl. He said that they already in a relationship. But that girl always cried whenever he talked about her. That girl afraid she could not replace her in his life. He always said that it’s a different story between her and that girl. The girl listened well and just laugh, proud of her state in him, but in heart, she feels sorry for that girl. She really does, cause as a girl too, she could feel it. Three years is not a short time. There were many memories, so much memories they both learnt from.
“One who could make it worst, but I could not tell her, was the cat. If she about to know it was a share of me and you, she will died crying.” He said.
“All the times when I was with you, were the best moments I cannot forget.” He continues. “You know what, I made a photos slide video which was supposed to be sent to you on your birthday. But I’m too afraid to send it. I’m afraid you would reject it or even made you cry with it.”
“Why? You should send it! Don’t think about my reaction first, just send it as your project. I’ll receive it by heart.” She said wisely. “Me too, you taught me so much lessons. I spent half of my college life with you. So you are still my best friend of life.”
--
They talked for hours. Like they always did years ago. A time that would be a big notes for them. They filled in each other. ‘Til everyone also thought they would reach marriage. But they broke up. And that was a big shock news for every one to hear. Her too sometimes, thought about it. And feeling sorry to displeased everyone. But life should be improved to a better stage. This is their examination. This would be a valued lesson for each selves. They last for 3 years, but there’s more years ahead and they should do better things than reconstruct old moments. Like for the girl will concentrated on her academic life and some social responsibility, then the boy with his work and brand new relationship.
That 100 days. 200 days. Just lasted until 1000th day.
But those days were appreciable for them. They learnt from it. Take the lessons from, and awaken by it.
That one fine day.

--

RRR.

22 Jun 2015

Sedikit waktu bersapa

Bunyi ketukan di pintu membuatku bangkit dari kepenatan membuat presentasi. Terbukalah dan muncul tanteku dengan seorang wanita yang belum kukenal. "Hei, Ri!" sapa tanteku hangat.

"Nah, ini lho! Anaknya mbak Sofi!" katanya kepada wanita di sampingnya.
"Lha, udah segede ini to? Sik sik, kufoto dulu ya dek!" membiarkanku dengan ekspresi melongo. Selang 2 detik, tanteku mengenalkan wanita ini sebagai Mbak Jumartini, anak dari Yu Djum. Menambah kebingunganku. "Siapa Yu Djum? Pemilik gudeg terkenal itukah?" batinku. Kemudian penjelasan tambahan yang membuatku berkesimpulan, "ini murid ngaji ibuku dahulu." Barulah aku mempersilakannya masuk sembari aku ngeloyor ke kamar mengganti pakaian yang pantas.

Beliau ogah duduk dan memilih memotret isi rumah. Dengan bangga memuji segala yang ada di dalam rumah. Dia bahkan bersyukur bahwa ibuku memiliki rumah di sini, di Jogja. Aku mengabari ibu, dan melalui ponselku mereka berbincang dan Mbak Jumarti pindah ke sudut lain. Wanita itu kembali dengan mata basah. Menggambarkan keharuan dan kerinduan yang membuncah. Ia pun kembali bercerita.

Melalui lisannya, kutelusuri masa lalu ibuku. Saat beliau masih muda, beliau mengajari Mbak Jumarti dan kakaknya mengaji. Katanya sering dimarahi bila bacaannya salah. Dalam kondisi yang sama-sama susah pun keluarga Mbah Dul Kahar selalu bersiap membantu. Bahkan pada saat kakak Mbak Jumarti sakit, pakde Mukson yang mengantarnya ke RS. Sardjito.

Makanya wanita berbaju hitam itu menatap bangga seisi rumah Omah Teko. Serasa itu adalah rumah saudaranya sendiri. Ada keharuan ketika mengetahui saudara yang jauh di rantau memiliki kesuksesan. Bukan sikap iri, justru bangga dan senang hati. Ia dengan kondisi yang apa adanya, bukan dibuat-buat. Lalu ibu berpesan padaku, titip sejumlah uang untuknya.

Aku bercerita ini bukan untuk kesombongan, tetapi untuk mengambil pelajaran. Sekian banyak orang yang bilang padaku, salah satu contoh kesuksesan itu ada pada ibumu sendiri. Sampai kemarin aku masih sering meragukan. Tapi yaa itu semua terbukti hari ini.

Dari yang awalnya makan ceker ayam saja terasa begitu berharga. Telur 1 butir dibagi 16 orang. Akhirnya bersekolah di UGM dengan pesan dari simbah, "Sekolah yang baik, lalu kerja. Kemudian bantulah saudara-saudaramu yang kesulitan." Dan akhirnya terbukti. Bahkan sebelum perbaikan seluruh nilai, beliau sudah dipersunting sebuah perusahaan minyak terkemuka saat itu. Perusahaan tersebut "meminta" UGM segera meluluskan ibu agar bisa segera kerja. Buktinya adalah sebuah gelas mug yang hingga sampai sekarang masih dipakai, sebuah hadiah kelulusan dari perusahaan tersebut.

Yeah, sometimes i feel ashamed with my mom. She is not only genius, but also humble and generous. I am a proud daughter. It's too late, but better than ever. I don't know if i could do better than you, mom. You're so amazing.

Saya minta maaf kalo postingan kali ini berkesan curhat atau menjijikkan. Tapi saya ingin sekali mencatat pelajaran berharga ini hari ini. Sebelum tidur menghapus semua ingatan. Hehe.

10 Mar 2015

Coward

Well


I must


Shout out


that I want


to give up



But everyone


will see me


as a coward


Everyone won't


see me suicide



But it chokes me up


Nothing different


Than a living dead


It always leave scars


Even when I think it back


All the scores I had had in the past


I don't know how to face the world


anymore


I hate me


I hate being a dumbfounded trash


I hate cause I can't do well


I hate everything that support me


Cause it makes me sad


They are living


They support me


But what do I do?


I must pick a pack


And won't go back



Being alive is hurt


It takes hours to see


Who will be with you


Being myself is hurt


Cowardness.

Self motivation: Dialog Hati

Tetiba lagi diriku murung. Awan mendung menggelembung di atas dahiku. Aku layu.

Haruskah bercerita pada khalayak, penat yang kurasa?

Haruskah mundur dari nyata, lari menuju fana?

Patah arang, akalku hanya seujung lutut.

Aku lebur kepada tanah. Aku sembunyi di hampar ilalang.

Bukanlah aku seorang yang pandai

Ibuku yang pandai, aku bukan.

Namun tuntutan seorang wanita haruslah pandai demi generasi berkualitas.

Namun aku hendak menyerah

Tak pandai lidah mengurut kalimat.

Tak pandai jari menari demi alinea

Sepatah dua patah agar jadi buku ilmu

Buku persyaratan lulus

Dilarang lulus jika tak selesai

Haruskah aku lari?

Nilaiku di belakang pun hancur

Empat tahun yang percuma

Aku hanyalah gembel belaka

Aku hanya menumpang hidup

Memakai topeng kemana-mana

Topeng bernama mahasiswa

Mahasiswa yang tak pernah bisa

Menggapai impian


Haruskah pergi sembunyi-sembunyi

Atau terus melangkah walau terlampau berat

Aku ingin tidur seribu tahun

Aku pengecut, nyaliku ciut


Mungkinkah Tuhan memaafkan

Apa yang sudah kulakukan


Mengapa berat, mengapa takut

Mengapa sembunyi

Mengapa lari



Mau kau lari kemana

Bumi ini kecil bagiNya

Ruang angkasa pun kecil

dibanding arasy Nya

Dia yang Maha Besar

Sanggupkah dirimu yang kecil melawanNya

Beranikah dirimu yang kecil menantangNya


Perjuanganmu belum harus usai

Perjuanganmu baru dimulai

Perjuangan, ujian dan cobaan ini hanya kecil

Sekecil dirimu dibanding semesta

Maka berterimakasihlah atas ujian itu

Karena itu tanda sayangNya padamu

Dia berharap besar padamu agar menyelesaikannya

Agar menjadi bukti, kecilmu bukanlah masalah

Agar menjadi bukti, kamu pantas kembali padaNya

dengan senyuman dan dada yang besar

karena telah menyelesaikan urusan itu

karena kamu adalah khalifah yang baik di muka bumi


Allah dan semesta, menaruh harapan besar

Padamu, ya hanya kamu yang bisa

Bukan siapa-siapa.

Kamu yang terpilih, jadi selesaikanlah dengan sempurna.

Jika tak bisa sempurna, baik pun cukup.

Karena itu perjuangan terbaikmu.

6 Mar 2015

MV Checkmate - Jung Yonghwa feat. JJ Lin

Buat yang tau saya secara pribadi, udah gak heran kenapa saya posting video ini. Saya sukak buanget sama CNBLUE especially Leader Jung! Nah, karena beliau ini baru ngeluarin solo album dua bulan lalu, dan saya baru sempet googling sekarang, maka saya baru liat video ini.

Menurut saya, MV ini yang terbaik secara konsep. Baru sekali ini Yonghwa ngonsep video maskulin abissss, atau mungkin pengaruh lawan duetnya alias JJ Lin? Entahlah, yang pasti kegantengan mereka berdua bertambah 3 kali lipat di sini! Dan suaranyaa alamaaakkkk! Ganteng combo deh! Sok, tonton aja. Saya juga mau nonton lagi. Hehe..

https://www.youtube.com/watch?v=nUyq02k6-sE

10 Feb 2015

Rainy Rain

Tick, splash. Tick, splash. Going with bless.

As long as it's water, and no thunder. As long as it water, not ashes.

The rain comes with angel Michael, then fly back with human prayers.

The rain comes for us to pray, for it becomes a grace.

Grace for souls, grace for earth, for the seeds to grow.

Rain is our friend, but flood is our causalities.


-Rimie Ramadan-
Yogyakarta, 10.02.2015
"first try making english poetry, does it required poetry? haha"

25 Jan 2015

Pemandu Wisata

Semua orang punya keinginan yang berbeda. Mulai dari hal-hal kecil yang bisa dibuat, hingga sesuatu yang merampok isi brankas kita. Bahkan kadang ada keinginan yang tak wujud, bahkan kadang jauh dari realita untuk mendapatkannya. Ada juga yang tertunda, meski harus menunggu untuk waktu yang lama.

Sekilas saja, aku senang mendapat pekerjaan yang berhubungan dengan orang luar Indonesia. Bukan soal gengsi, tapi lebih kepada mempelajari budaya dan cara bergaul mereka. Alhamdulillah, sampai saat ini pekerjaan yang kudapatkan dan berkaitan dengan mereka adalah pekerjaan lurus dan mengasah otak. Yang lebih penting, pekerjaan tersebut mengenalkan tentang Indonesia kepada negara lain. Saya bangga menjadi orang Indonesia.

Waktu kecil, mungkin kelas 6 SD, aku sempat memiliki keinginan hati untuk menjadi pemandu wisata. Sasarannya turis mancanegara. Saat itu aku masih ingat bahkan aku memutuskan memilih Jogja untuk jenjang sekolah menengah atau tinggi, hanya karena ingin mendobel kuliah sambil bekerja sebagai tour guide. Sejujurnya, pada pertengahan kuliah aku sempat terpikir lagi, namun sengaja melupakannya melihat tugas yang seabrek. Sudahlah, jalani saja.

Sekarang lihatlah, baru saja aku mengantarkan orang asing berkeliling Cangkringan. Memang ada tujuan khusus yaitu penelitian mengenai Huntap Merapi, bukan sekedar jalan-jalan. Tapi aku bersyukur, setidaknya aku dapat menjadi tour guide dalam bidangku sendiri, yaitu arsitektur. Aku mendapat banyak ilmu, sekaligus mengamalkan/menyampaikan ilmu, juga mengenalkan Jogja dengan Merapi yang cantik, mengenalkan Indonesia. Aku bersyukur keinginan itu belum sepenuhnya terhapus dalam ingatan. Beginilah ternyata, skenarioNya jauh lebih indah dan tepat pada waktunya.

Alhamdulillah ya Allah.. Sibuk tapi senang. :)

Menjadi Air

Bukan sekedar mengikuti kehendak alam, mengalir hulu ke hilir.
Tapi juga menyesuaikan keadaan. Ketika terjun meluncur tajam.
Menyegarkan. Ketika tenang meneduhkan. Inilah airku. Ini diriku.