6 Des 2013

Titik Temu

Judul. Hal dimana aku selalu berbenturan. Bagiku, menulis isi seratus halaman masih bisa ditolerir. Namun bila judul saja masih belum pasti, aku harus apa?

Judul itu esensi. Tulang punggung seluruh isi. Muka bagi kepala. Benang merah dari seluruh halaman dalam karya. Yang ketika kau selesai menjelajahi karya itu, kau mengerti mengapa karya itu diberi judul demikian.

Entahlah. Aku sudah tak berminat. Sejak lama. Sejak aku terjungkir balik oleh fakta. Sejak telah kuungsikan diri pada semesta. Sejak aku berlutut untuk minta pengampunan atas dia. Duniaku berubah. Tak lagi secerah dulu. Ibarat hijab, duniaku sekarang dua lapis. Di luar cerah, warna warni. Namun di dalam hitam kelam.

Semangatku hanya untuk menghindarinya. Menghindar dari semuanya. Semua orang semua hal memaksaku menghadapi. Namun aku jenuh. Ketika ingin kuhadapi, seakan aku ingin menangis. Ketakutanku terlalu besar, sedang otakku makin menyempit. Otak yang dulu cair, kini mengental. Beku.

Titik Temu. Hanyalah kata ketika aku bisa menjawabnya. Ketika aku bisa tersenyum dan membusung dada. Mengangkat dagu, tanpa emosi meledak. Aku tak tahu kapan itu terjadi.