4 Agu 2011

Hikari no Dojou (1)

Prolog
Terjadi pencurian di sebuah bank dan toko perhiasan di daerah Kyoto yang terjadi pada satu malam. Tindak pencurian ini sungguh meresahkan warga masyarakat hingga mereka berbondong-bondong mendatangi kantor polisi di komplek tersebut untuk mengajukan komplain. Mereka mengenali ciri-ciri pencuri itu sebagai pemuda kurus dengan mata yang tajam.
“Hikari-san, kau tangani kasus ini, oke? Aku tak mau lagi mendapat laporan dari masyarakat saat aku menghadiri pesta ulangtahun presiden besok.” Kata Inspektur Kepala.
“Siap, komandan!” jawab polisi tersebut seraya menghormat.
1
Bruk.
Tap tap tap.
“Onee-chan!” Seorang gadis berwajah imut memanggilnya.
“Ssht!! Pelankan suaramu, Aya-chan!!”pencuri bernama Hikari menjulurkan telunjuknya mengunci mulut sang adik. Gadis itu mengangguk lalu membantu membawakan barang-barang hasil curiannya. Hikari pergi ke kamarnya. Aya mengikuti kakaknya.
“Kak, kamu tidak apa-apa?” Dia bicara selirih mungkin agar tak ada yang mendengar. Tangan kanannya mengusap pelan wajah kakaknya yang telah bebas dari topeng ninja. Aya mendesah, “Kukira kau sudah tahu baik aku mencemaskanmu. Yah, tapi.. apa boleh buat. Gomen ne,” Aya membungkuk. Air matanya mulai jatuh ke lantai kayu.
Hikari memandanginya untuk sesaat sebelum mengelus rambut saudara semata wayangnya. Perlahan dia mendekati Aya dan memeluknya. Menukar perih dan kekuatan satu sama lain. “Jangan cemas, Aku akan selalu melindungimu. Aku janji.”
2
Kimizuki Hikari berjalan-jalan santai hingga sampai di sebuah taman kota. Tangannya menggapai sebuah bangku. Lantas ia duduk di sana. Cukup lama ia melamun, hingga tak menyadari seorang gadis duduk di sebelahnya. Gadis itu menepuk bahunya. “Mau minum?”
Lamunan Hikari buyar serta merta menengok ke sumber suara. Ia melihat tangan berkulit kuning langsat menyodorkan minuman kaleng yang sudah dibuka. Ia kemudian menatap sang empunya dan menggeleng, “Tidak. Terimakasih.”
“Cih. Kau ini, baiklah kalau kau takut kuracuni,” tangan gadis itu kembali masuk ke plastik yang dibawanya, “nih. Masih utuh, belum dibuka.” Sodornya lagi.
“Haah. Baiklah. Jangan menyesal ya.” Hikari menyambar sekaleng minuman lainnya dari tangan gadis itu. Ia mendengar gadis itu terkikik. Ia pun ikut tertawa.
“Hei, siapa namamu Tukang Paksa?” tanya Kimizuki Hikari selesai mereka tertawa.
“Jangan panggil aku seenaknya, ya! Namaku bagus. Hikari. Shouto Hikari.” Jawab gadis itu mantap.
Tapi pemuda di depannya malah tersentak hingga nyaris tersedak. “Uhuk. Kok.. sama? Namaku juga Hikari. Tepatnya Kimizuki Hikari. Salam kenal.” Ia menjulurkan tangan dan segera dijabat oleh Hikari.
3
Malam itu Hikari tidak melakukan aksinya. Ia terdiam di kamarnya. Badannya cukup lelah setelah membersihkan seluruh dojo sore tadi. Aya masuk ke kamarnya setelah mengetuk pintu. “Kak, makan.”
Hikari bangun dari tempat tidurnya. Lalu mengikuti adiknya ke ruang makan. “Masak apa kau malam ini?”
“Yakiniku ditambah Sup miso. Oya, aku juga membeli buah peach di pasar tadi.” Jawab adiknya.
Selera makannya terbit mendengar makanan kesukaannya itu disebut. “Sepertinya lezat nih.” Ia duduk di salah satu sisi dan mengambil mangkuk Sup miso. “Tapi ingat, kau jangan berfoya-foya lho.” Nasehatnya sebelum menyeruput kuah miso kesukaannya.
Aya tersenyum. Bersiap mengambil mangkuk nasi. Dengan sumpitnya ia mengambil potongan-potongan daging yakiniku ke atas nasinya. “Malam ini kau pergi?”
“Tidak.” Hikari mengikuti adiknya, menyuap sekali sambil melanjutkan. “Aku lelah habis membersihkan dojo. Lagipula tangkapan kemarin cukup banyak bukan? Bisa untuk sebulan lah kira-kira.”
“Syukurlah. Aku akan tenang kalau begitu.”
4
Shouto Hikari kembali menjalankan aksinya. Ia bersembunyi di antara dahan-dahan pohon. Mengamati situasi target tangkapannya kali ini. Setelah dirasa cukup aman, ia mulai menuju ke atap. Target kali ini adalah rumah seorang pejabat yang dikenal sombong dan pelit. ‘Sedikit memberi pelajaran. Anggap saja balas dendam dari rakyatmu.’
Ia merangkak menuju sebuah jendela, menurut pengintaiannya jendela itu telah lepas engselnya. Dengan mudah ia masuk ke dalam. Ia memastikan tak ada yang menyadari keberadaannya. Lalu secepat kilat ia menyikat barang-barang mewah di rumah tersebut. Sejumlah perhiasan, uang dan beberapa koleksi benda antik yang pasti mahal itu ia bungkus rapi.
Tapi ketika ia hendak keluar dari jendela yang sama, ia menemukan seorang polisi sedang berpatroli di bawah sana. Dan sepertinya ia pernah tahu wajah orang ini. Segera setelah jaraknya cukup jauh, dengan lihai Hikari keluar dan melompat melalui atap-atap rumah hingga kembali ke dojonya.
5
“Onee-chan.” Aya memanggil namanya saat Hikari sedang melatih murid kelas khususnya.
“Ada apa, Aya-chan?” tanyanya lembut kepada adik satu-satunya itu.
Muka Aya sedikit bersemu merah. Pandangannya juga tidak fokus, terbagi antara memandang kakaknya dan sekumpulan murid di hadapannya. “Ano.. persediaan ocha kita habis. Bisakah kau membelikannya di warung ujung jalan?”
Hikari tersenyum simpul. “Aah. Boleh saja. Tapi..” Hikari menolehkan kepalanya ke murid-muridnya sebentar kemudian memandang Aya lagi. “Kau janji menceritakannya nanti malam. Oke?” suara Hikari membisik.
“Onee-chan!!” Pipi Shouto Aya semakin memerah digoda kakaknya. “Baiklah. aku janji. Oya, bisakah kau juga membeli kue kering? Untuk camilan.”
“Baiklah gadis keciil!!” Hikari mengelus dagu Aya. Membuat Aya semakin ngambek dan meledaklah tawa Hikari.
6
Hikari baru saja menyelesaikan permintaan Aya. Ia pun hendak kembali ke rumah mereka yang berfungsi sebagai dojo. Namun sebuah papan informasi menyeret matanya. Sebuah poster ukuran A3 memasang wajah seseorang yang berbalut seragam ninja. Di bawahnya tertulis “Pencuri Kelas Kakap. Bagi yang menemukannya segera lapor ke pos polisi terdekat. Akan diberikan hadiah sebesar 10.000.000 yen.”
Hikari tersenyum. ‘Jumlah kecil. Tak seberapa dengan hasil tangkapanku. Cih. Dasar pemerintah.’ Ia masih memandangi gambar itu cukup lama.
“Hei sedang apa kau, Shouto-san?”
Sebuah panggilan mengagetkannya. Ia menoleh, dan terpampang sebuah wajah yang ia kenal seminggu lalu. “Ah, tidak. Aku hanya terpesona dengan hadiah sayembara ini. Besar sekali.” Katanya mengelak.
Polisi bernama sama dengannya itu mendekati dan sama-sama melihat poster yang ia buat. “Hm. Setimpal kok dengan buronannya.” Kimizuki Hikari menoleh ke gadis di sampingnya. “Kau tahu, dia pernah mencuri di bank dan toko perhiasan sekaligus, dan keduanya dilakukan pada malam yang sama!!” cerita Hikari menggebu.
‘Tentu saja aku tahu. Bodoh.’ “Ah, benarkah? Itu benar-benar gila!” katanya bohong.
“Oh, ya. Ngomong-ngomong dari mana kau? Mengapa berpakaian seperti itu?” tanya polisi muda itu, seakan menginterogasi. Hikari menatap gadis di depannya dengan raut bingung.
“Ini. Aku baru saja membeli ocha dan beberapa kue kering pesanan adikku. Dan akan kembali ke dojo.” Hikari menunjukkan bungkusan coklat yang ia bawa. “Oh, aku belum memberitahumu ya. Kimizuki-san, aku ini pelatih karate.”
7
“Kimizuki-san, aku ini pelatih karate.” Kalimat itu terus bergema di telinga Kimizuki Hikari. Ia membayangkan wajah gadis bernama sama itu, tak habis pikir. ‘Wajahnya imut. Badannya yah, cukup tinggi sih. Aku tak menyangka dia sudah jadi pelatih.’
“Hei. Kenapa kau melamun, Hikari-san?” tegur seorang polisi wanita berpangkat jendral. Dia Fujiwara Ito, Wakil Kepala Inspektur di perfektur ini.
Hikari-san hampir saja terjatuh dari “kursi goyangnya”. Seketika ia menggeleng, “Ah, tidak. Saya hanya memikirkan taktik untuk menangkap pencuri itu. Bukankah itu sudah menjadi tugas saya?” jawabnya bohong.
“Oh. Baguslah kalau begitu. Tapi kuharap kau segera menyusun strategimu itu. Jangan Cuma dipikirkan. Mengerti?”
“Siap, komandan!” Ia menghormat sambil menegakkan kembali duduknya.
8
Makan malam Hikari dan Aya berlangsung sepi. Aya yang biasanya membuka percakapan, kini bungkam. Akhirnya selesai makan, saat mereka menikmati ocha yang baru dibeli sore tadi, Hikari membuka percakapan.
“Aya-chan. Seleramu bagus juga rupanya.”
Glek! Hampir saja Aya menyemburkan sisa dalam mulutnya. “Onee-chan!” dilihatnya Hikari tertawa puas.
“Haha. Maaf dik. Tak kukira kau sekaget itu. Kau benar-benar menyukainya ya?” selidik Hikari.
Muka Aya memerah lagi. Kali ini persis seperti kepiting rebus.
“Setahuku, dia itu belum lama tinggal di sini. Baru dua tahun sepertinya.” Tutur Hikari. “Orangtuanya bercerai. Ia dan ayahnya pindah kemari lalu ayahnya menikah dengan orang sini.”
“Ya. Beliau aslinya dari Korea, tapi cukup fasih bahasa Jepang. Ayahnya seorang penjaga barang yang transit di pelabuhan. Makanya bisa bermacam bahasa. Terutama Jepang.”
“Ahahaa.. sepertinya kau benar-benar sudah dekat dengan Park Seungji!! Ahahahaahaa..” tawa Hikari sungguh lepas malam itu. Membuat muka Aya semakin matang.
“Hikari onee-chan!! Dia kan cukup terkenal diantara para murid. Aku hanya sering mendengar obrolan mereka saja! Lagian dia lebih sering memujimu daripada aku. Dia sangat mengagumi dirimu Onee.” teriaknya malu.
“Hahahaa. Terserahlah Aya-chan. Tapi, kuberitahu sesuatu. Jangan cemburu padaku. Karena aku tak suka padanya. Lagipula menurutku, itu hanya alasan untuk mendekatimu. Hyahahahaa..”
Bibir Aya melengkung ke atas. Tapi tak dipungkiri, pipi dan hatinya makin bersemu.

NYAMBUNG

0 komentar:

Posting Komentar