17 Nov 2016

Si Pengangguran

dan bila
hanya wajah sendu yang melulu kutanam
di ladang rasa takut dan kecut
dengan alibi orang tua dan ridhonya

kapan kau akan melangkah
mencuatkan apa yang kau sebut jati diri
katanya, aku diberi kebebasan setelah lulus
katanya, aku terserah mau berbuat apa
katanya, segalanya boleh kau raih

tapi kebebasan itu pun bertanggal kedaluwarsa
apa yang disebut terserah hanya kepatuhan terhadap waktu
nyawamu adalah batas, umurmu pun terbatas

Tampar saja terus
Tapi kau masih setia dengan tempurungmu
Bercokol tanpa kesadaran
Bukan lagi mahasiswa
Tidak sedang bekerja
Pengangguran

Anggur itu mahal, tapi ketika ditambah imbuhan pe-an, seketika berubah 180 derajat

31 Okt 2016

Nothing

More than u can do

11 Okt 2016

Melati di padang padi

Aku mendengar kicaumu tentang melati di padang padi.
Tak lepas kaupandang, horizon sekejap mengabu.
Jejakku di sini, harumnya mengusap hati.

RIP Moink

*let me consider talking with her for a while*

Hey, Moink! It's kinda hard to hear that you've gone to His heaven today. But sure, you'll be happier there with your children. Make sure we'll meet again, okay?

Well, you're one of my savior. One of my precious. One and only living connection between me and him. Now that you've gone, it marks that me and him has only friendship. It's relieving, at least.

But to turn back time, you are the best. We named you after the brand for our milk delivery business, whom i created. We brought you from Imogiri when you're about 3 months. By the carton and some vents for you to breathe. We trained you to be active and then you caught three mice in the neighborhood. Now you've been a mother for countless times. And even when you're going, you carry them in your womb, next to heaven.

I thought you're the only cat i ever loved. I touch you, be naughty at you, but you struggle for it. The moment i pray and you came between my legs, lol. That sure is old.

Jalgayo nae chingu!

29 Sep 2016

Diam

Diam adalah ruang

Ruangku berteriak
Ruangku mengamuk
Ruangku mencaci

Ruangku menangis
Ruangku menerawang

Ruangku gempita
Ruangku bersuka



Aku meredam ekspresi


Aku diam




berpuisi

---
Rimie Ramadan
29.09.2016
Yogyakarta

15 Sep 2016

Kegagalan paham

Warning: posting ini lagi-lagi berisi curhatan sampah yang aku lagi bingung mau buang dimana. Jadi kalau pembaca merasa jijik, mohon segera tinggalkan laman ini. Ttd, Rimie


Aku galau.

Yap. Aku gak merasa ragu untuk berkata aku galau.
 Galau kenapa? Krisis identitas, jelas!

Walaupun gak cuma aku pastinya yang ngalamin ini.

Tahu gak, sebab apa?

Entah kenapa aku kembali kasmaran dengan arsitektur. Di saat aku hampir putuskan berpaling meninggalkannya. Oh my goodness!

Menggali arsitektur itu menarik. Menemukan desain yang membuat pipi merah, tanpa memedulikan biayanya.

Ah, rasanya seperti terlambat jatuh cinta! Menemukannya justru saat mengerjakan Tugas Akhir orang lain. Well, sebenarnya punyaku juga sedikit menarik, sayangnya goresanku baru agak lumayan bagus nya sekarang. Hiks.

Aku jadi bingung banget men. Apa selama ini cuma gegara nge-deal Pra TA dengan Mr.Y yang super lama, lantas aku mencaci, memaki, mengambinghitamkan, dan menutup mata dari arsitektur secara menyeluruh? Padahal mungkin, aku memang menyimpan cinta sejati kepadanya. Mungkin.

Ri, Mie, lo refleksi diri deh. Apakah cinta datang terlambat?

Ataukah ada sisi yang belom bisa lo lupakan dari sang "mantan" (in this case: architecture)?

Atau sebenernya lo pengen mengarah ke jurnal arsitektur? Kan lulusan arsitek gak melulu soal berkutat di ranah lapangan/perencanaan? See Imelda Akmal.

Atau lo jadi pembuat biografi dan mengulas arsitek/profil bangunan di dunia secara mendetail dalam Bahasa? Bisa juga!

Lingkup sarjana arsitektur itu masih general. Lo justru bisa manfaatin ke-general-an itu kan? Ibarat lo ngerjain lagi beberapa mata kuliah tapi diseriusin. Hehehe.. Siapa tahu jadi semacam ensiklopedi atau rujukan bagi mahasiswa lainnya.

Well, di sisi lain, tetep coba lamar kerja ke lembaga bergengsi seperti yang ortu lo mau. Ya kan?


Tetep aja sih, balik ke kalimat pertama. Gue masih galau.

5 Sep 2016

Kemuning dari Merapi (3)

"Bakpao, bakpao! Masih hangat!"

Karina mengernyit. Dialihkannya pandang secepat kilat ke luar kios. Sepeda beretalase penuh kepulan uap itu muncul dari bingkai pintu. Kernyitnya mengendur. "Huft, syukurlah!"

Gadis itu kembali sibuk dengan ponselnya.

Tok! Tok! Tok! "Hallooooouuu, Mbak-pao Karina yang cuantiiikk! Kangen gak sama aku??" seorang gadis berperawakan kurus berwajah manis muncul di depan meja etalase.

"Ning! Jangan panggil 'bakpao' lagi kenapa sih?" protes Karina. "Eniwei, kamu lama banget deh. Kemana aja?"

"Sori Rin. Tadi aku dapat telpon dari bapak. Jadi aku lama di kampus." jawab Kemuning sembari melucuti atribut bermotornya. Di saat yang sama, Karina berkemas untuk pulang.

"Tumben bapakmu nelpon. Ada apa e, Ning? Kamu mau dijodohin po? Hihii.." Goda Karina sambil memoleskan pemerah bibir di wajah bundarnya.

"Enggak yo, aku disuruh pulang malam ini. Kata bapak, ada tamu datang dari Jakarta."

Karina hanya mengangguk dan memasukkan kembali 'alat tempur wajah'. Kecepatannya berkemas meningkat ganda. "Garda hampir sampai. Kutitip kios sama kamu ya." pesannya. "Oh ya, jangan pulang larut. Sewon-Merapi lumayan lho!"

-- bersambung --
Rimie Ramadan
05.09.2016

15 Agu 2016

Debar dan Ke-random-an Pra wisuda

Hanya seminggu, sekejap lagi. Semua resmi selesai.

Dan harus mulai lagi.

Curi start? Kucoba. Tapi memang berat bila pekerjaan yang diambil tak sesuai gairah (passion, rim.) Terlebih jika telah tersepakati. 

Apa yang kamu mau? Apa yang kamu butuhkan? Apa yang kamu anut?

Lama tak baca buku, otak koma.

Sekarang, preparing tiga hal sekaligus; pembukaan kembali Omah Teko guest house, Middy Architecture, kuliner Ayam Panas. 

Malah kadang jadi bingung sendiri. 

Aku bagai bendungan bocor. Mengalir deras, menelusur berbagai kemungkinan untuk jatuh dan memecah, hanya untuk menuju satu samudera. Berawal dari sesuatu yang ditahan dan dijaga untuk waktu yang lama.
Bagai kepompong yang mengelupas. Memamerkan kemolekan sayap dan kebolehannya untuk menjelajah intra-atmosfer bumi.

Aku berpendar. Jika bukan kerana surya-Nya, aku tak pernah berkelip. Tak akan membercak kesan pada hati insan. Aku coba berbagi, dan berterimakasih dengan caraku. Dengan pendar ini.

Rimie. Mi, apalagi sih yang kamu cari? jika semua kenyamanan ini pun kamu persalahkan? jika semua hal yang ingin kaucoba terhalang bayangan seram? Kamu dilanda krisis ya?

Mi, coba lihat ke cermin. Periksa dulu, dari ujung rambut sampai ujung kaki. Terawang ke dalam otak dan juga hati. Apakah keduanya tertaut? Bagaimana lengan dan kakimu? Kemana meraih? Kemana melangkah?

Saat yang lain telah teguh berdiri, menandai tempatnya. Aku baru akan melangkah, menjelajah. Tapi bukan berarti aku kalah. Amerigo Vespucci, Christopher Columbus, Muhammad SAW dan Ibnu Batuttah tidak berangkat dalam waktu yang sama. Namun ada benua yang sama mereka pernah singgahi, ada pula yang mungkin terlewat. 
Yup, setiap nahkoda punya kapal dan awak sendiri. Juga rute masing-masing. Kamu terlambat, mungkin karena kamu lewat jalur berbeda.

Huft, jika bingung, buka pedoman hidupmu. Telusuri jejak teladanmu.

-dan akhirnya Rimie mengaku galau-

26 Jul 2016

Henti dan Rindu

Seketika semua berhenti.
Seketika semua kurindu.

Aku rindu padamu. Aku rindu, setelah waktu-waktu yang tercuri. Aku rindu, menatap dan mulai menarikan jemariku di atasmu. Menjadi yang terbaca di hadapmu kini.

Seketika semua tugas akhir resmi selesai. Seketika euforia sidang menghempas, puasa, dan lebaran pun larut dalam suka. Lalu sekarang, rasanya semua hilang. Rasanya kosong, lega bercampur pengap. Persahabatan yang terjalin, kawan lama yang menyapa, guratan sepi yang ingin dibuang.

Rindu, rindu kepada ia, sahabat yang tinggal hitungan jam akan berpindah ke negeri tetangga. Sahabat yang belum sempat bertatap muka karena kesibukan fana. Rindu, rindu yang menyesakkan.

Rindu, rindu kepada ia, sahabat yang masih di negeri yang sama, namun tak jua jumpa. Lagi-lagi kesempatan belum rela. Rindu, rindu yang menyesakkan.

Dan sudah lima jam sejak kudapatkan pekerjaan sementara. Dari ibu dosen yang mulia. Untuk mengisi kekosongan diantara wisuda. Sembari menyiapkan untuk pembukaan penginapan lagi.

Daun pun gugur demi kebaikan sang pohon. Burung pun terbang jauh demi mencari pakan sang anak. Namun mereka tak pernah berhenti berusaha. Karena itulah bentuk terimakasih mereka kepada Sang Pemberi Hidup.

"Maka selesainya engkau dari suatu urusan, kerjakanlah dengan sungguh-sungguh urusan yang lain." - Al Qur'aanul Kariim

10 Mei 2016

Duh

Duh dik
Mbok jangan gitu
Jangan nambahin
Nanti aku baper sama kamu

Duh dik
aku cuma ngefans
sama penampilanmu
Jangan nambahin
Nanti kacau hidupku

Duh dik
kamu cukup jadi
vitamin A ku aja ya
Jangan nambahin
ntar efek sampingnya bahaya

Duh dik
Gimana dong
Kebetulan kita sudah banyak
Jangan nambahin
Dengan kebetulan yang dibetul-betulkan
ntar aku goyah

Duh dik
Jangan nambahin
Duh dik
Jangan nambahin
Duh dik
Jangan nambahin

--
Rimie Ramadan
10.05.2016

Hari

Sekawanan unggas merayap
Mengejar sisa cahaya

---
Rimie Ramadan
10.05.2016

lagi pingin nulis ini doang.
bukan untuk kado ulang tahun.

20 Apr 2016

Kala

Ada kala dimana
Hati tak dapat mengenali
isi

Ada kala berupa
Mata serupa kolam
Hampir saja banjir

Kala
Tanpa terjemah

Deraan debu
Seperih mata pisau
Sehangat mentega di atas panggang

Kayu bakar pun akhirnya patah
Menyerpih, mengabu

---
Rimie Ramadan
20.04.2016

14 Apr 2016

King and Queen of Jannah

Biarkan aku bercerita tentang ayah dan ibuku untuk mengisi sore ini. Mungkin aku rindu.



Jika ada pertanyaan "Suara apa yang paling merdu yang pernah kamu dengar?"
Ingin kujawab, "Suara lantunan ayahku ketika mengimami Maghrib, dan suara ibu ketika mengaji."

Bagiku di masa kecil, shalat Maghrib adalah shalat yang istimewa. Layaknya sajian makan malam, adalah hal yang tak pernah ingin kulewatkan. Mungkin pada shalat yang lain aku sering khilaf atau bolong, tapi tidak untuk Maghrib. Karena Maghrib adalah bagian pendahuluan dari jam kualitas keluarga.

Ayah dan ibuku hanya pegawai kantor biasa. Mereka berangkat pukul enam pagi dan kembali sekitar pukul lima sampai tujuh petang. Bahkan jika harus lembur, jam 9 baru sampai rumah. Jika keduanya pulang tepat waktu, maka Ayah akan menjadi imam Shalat Maghrib. Apabila belum sampai, maka Ibu lah yang menjadi imam bagiku dan adik tunggalku. Lantunan Qur'an mereka terekam dalam memoriku sampai-sampai aku bisa menirukannya.

Ayah dan ibuku bukanlah ustadz dan ustadzah. Jadi dimaklumi jika ternyata seiring tumbuh dan belajar, kutemukan keliru-keliru kecil dalam bacaan mereka. Bila kukoreksi, mereka mengucapkan terimakasih. Aku sangat bersyukur terlahir di keluarga ini.

Ayah dan ibuku terlahir dari keluarga berlatar belakang Islam yang kuat. Pendidikan agama yang mereka terima sejak dini terutama yang membentuk karakter dan keseharian mereka. Lagi-lagi, momen Maghrib menjadi istimewa karenanya. Mereka secara bergantian akan tilawah sekitar 30 menit hingga 1 jam. Kadang diberi bonus pembacaan arelah tinya.

Pada masa pubertas, aku bandel dan sering menolak ajakan ibuku untuk berjamaah. Shalat sendiri di kamar mejadi preferensiku. PR dan tugas menjadi alibiku. Padahal kalau dipikir sekarang mah, lebih milih jamaah shalat daripada ngurusin tugas. Hehe.

Pada saat SMA, berhubung aku di sekolah asrama, maka imam shalat Maghrib (dan shalat lainnya) selalu berganti. Karena berlatar belakang islami, maka kualitas guru dan imam di sekolah tersebut tentu sudah tak diragukan. Suara mereka indah, makhraj dan tajwid benar, kualitas tinggi. Tapi tetap lantunan ayah yang menang di hati.

Kini, setelah tiba masanya berpikir untuk memilih kriteria ayah untuk buah hati di masa depan, kurasa aku ingin menyematkan "bacaan dan lantunan Qur'an yang baik dan benar, tartil," ke dalam daftar kriteria. Aku punya beberapa contoh yang aku taksir lantunannya, sayangnya mereka sepertinya sudah laku. Ada sih yang single dan cukup kukagumi, tapi sepertinya kecil bagiku untuk bisa menjadi pilihan hatinya. Sst.. sudah ah. Masih ada beberapa calon lainnya, nanti ketahuan :p

---
RRR, 14.04.16

29 Mar 2016

March's 7th post








 Haha, this sucks hand drawing. Kesambet setan apa lu Ri, posting hal beginian?

Gak pantes jadi arsitek, kata pembimbing. Mendingan buru-buru lulus biar bisa belajar hal lain untuk banting setir.

Dan beliau yang tidak pernah membalas sms dan whatsapp ku akhir-akhir ini. Terpaksa ku mencegatmu, pak. Mungkin Bapak lelah, saya pun.

Maaf pak, Insya Allah ini dua bulan terakhir saya dalam bimbingan bapak. Insya Allah saya akan mengakhiri tatap muka yang berlangsung selama kurang lebih 4 semester ini. 3 semester untuk Pra TA, dan 4 bulan TD dan PD. Juga 5 tahun dalam bimbingan akademik bapak.

Tak heran bapak bosan melihat saya. Sejak bapak jadi Kaprodi, lalu Kajur, balik Kaprodi lagi, hingga kini bergelar Professor. Saya masih saja berstatus mahasiswi. Tapi saya mohon pak, saya ingin akhir yang menyenangkan. Perpisahan yang indah denganmu, pak.

*hela napas*

Sudahlah pak. Nyatanya kelakar saya tentang menjadi sastrawan pun hanya mimpi di siang bolong. Saya tertampar pak, dengan lebih banyaknya sastrawan mahir di DTAP ini dibanding saya. Bapak benar. Saya hanya tidak fokus. IP bahkan belum mencapai tiga. Biarlah. Saya ingin selesai saja, sudah cukup.

*hela napas lagi*

Pak, mohon bimbingannya untuk dua bulan (yang insyaAllah) terakhir ini ya pak. Karena Allah bersama orang-orang yang bersabar, tawakkal dan berpikir. JanjiNya lah, akan menaikkan derajat orang-orang yang berilmu. :) :)

28 Mar 2016

Dialog Rahasia

Ini tentang Pi. Sebuah angka bermakna ganda. Tentang keambiguan pasti.

Ini tentang duapuluhdua per tujuh. Tentang angka kembar genap dibagi dengan angka tunggal ganjil. Duapuluhdua jam dalam tujuh hari. Atau sebaliknya, duapuluhdua hari dalam tujuh jam.

Ini tentang tiga koma satu empat. Tentang angka desimal yang pasti. Tentang dua angka yang seharusnya berulang tapi dipersingkat, mengekor di belakang tiga koma.

---
RRR 28.03.16
Hari yang ambigu dan hujan

23 Mar 2016

Hey You

Maybe this is the second and last post i make today. And it's just some trashy diary as always.

Truly deep inside, i don't know me. I only know me physically. I don't know what i should do. Feels trapped inside my big and old body, but still an immature kid inside. I don't know me.

Hey you, who are you truly? Are u really a girl with that good side always yours? Or do you have an unsaid bad side. The real you, maybe?

That white rose, is that rose still as white as before? Or someone hurt by your torn, then leave some blood note on your deep honey? The self in your existence now, who is she?

U lied about u wanna be an architect. U don't even show it through your pencils. You lied abot having drawing hobby. You're not deserved to be an architect! You, only trash that interfere pearls. At least do something you should!

:(

Melancholia Ministra

Gelisah

Ada hampa di keramaian
Ada jurang antara gunung

Tapi

Ada sunyi di antara gaduh
Ada terang di tengah hutan

Ada pula,
warna di sela abu
pelangi di balik hujan

Tapi

Ada tinta mengukuh diri
di balik cat berwarna warni
Ada ruang menelungkup bidang
berdiri, megah tanpa bimbang

Ada rasio mengaku sudah
padahal hati menggumam
Belum

---

RRR 23.03.2016
Sehari sebelum sidang TD
dan akhirnya aku bisa menangis..

10 Mar 2016

Sang Pembangkit Aksara

Ingin bermain kata
Dengannya, Sang Pembangkit Aksara
Penaku lama mati suri
Kudengar ingin menari

Sang pembangkit aksara
Duhai Tuan, tarik aku dalam pusaran
Aku di hadapmu menjelma puan

Tapi ah, jangan terlalu dalam!
Tak mau lagi tenggelam
Kecuali jaminan sekoci

Rimie Ramadan
Yogyakarta, 10.03.2016

8 Mar 2016

Kemuning dari Merapi (2)

Senyum manis gadis itu masih sama. Merayapkan rona di wajahnya. Gadis itu bersenandung sembari tangannya lincah memetik si keriting merah di ladang. Hampir kuangkat tanganku untuk melambai padanya, tapi wajah indah itu keburu menoleh dan tersenyum.

"Mas, mas. Bangun mas, sudah sampai." sebuah suara diiringi tepukan tak terduga menjemputku ke dunia nyata. Bapak supir taksi yang telah menghanguskan kebahagiaan singkatku. Sialan, ternyata aku begitu merindu Kemuning.

Matahari mulai sendu, mengundurkan diri bersama kumandang adzan maghrib. Lelah menganjurkanku untuk sekedar menghabiskan hari pertama ini di sekitar hotel saja. Biarlah esok menjadi petualangan yang panjang.



"Mar, sudah sampai mana?" pesan dari Gadri, sohibku yang menetap di Jogja setelah kuliah. Rencananya ia yang akan menemaniku ke Merapi hari ini.

"Sudah di hotel M, sejak kemarin sore." balasku.

"Baiklah, kujemput jam 9 ya. Aku janji sarapan dulu dengan pacarku. Apa kau mau ikut?"

Aku tersenyum kecut. "Sialan. Sudahlah, nikmati saja berdua."



Jam 9 lebih 15, aku dan Gadri berangkat ke Merapi. Kami mengunjungi TPR terlebih dahulu, lalu menikmati tour de lava dengan Jeep sewaan. Liburan kali ini ingin kunikmati ala turis luar kota, karena waktu 3 hari terlalu singkat untuk mendaki. Namun sebelum pulang, kuminta Gadri mengantarku ke tempat pak dukuh. Sekedar memberi salam adalah tujuanku. Bila dapat kutemui Kemuning, itu sebuah bonus yang setara dengan durian runtuh.

"Assalamu'alaikum." ucapku sambil mengetuk pintu. Selang beberapa menit, terbukalah pintu dan wajah ibu dukuh muncul.

"Wa'alaikumsalam warahmatullah. Eh, nak Damar! Maa syaa Allah, ibu kangen sama kamu. Ayo masuk, silakan!" pintu yang agak seret sedikit dipaksanya agar terbuka lebar. "Duduklah. Tunggu sebentar, ibu bikinkan minum!"

Aku menolak sopan, tata krama Jawa yang tak kulupa. Tapi berharap dalam hati, agar yang muncul adalah sesosok gadis berambut bak mayang terurai, dengan mata berbinar menyambutku. Egoisnya aku, bahkan berani menaruh harap setinggi itu.

Sejenak kudengar suara motor mendekat dan berhenti. Di saat yang sama, bu dukuh membawa baki berisi dua gelas sirop merah. Musnah harapanku, umpatku dalam hati.

"Nak Damar, dan um.. siapa nama adik ini? Nah, kebetulan bapak baru sampai tuh. Syukur bisa ketemu." ibu langsung berjalan cepat ke arah bapak dan mengabarkan kedatanganku. Pak dukuh terdengar senang. Ia melangkah gembira.Tak sabar ingin kutanyakan kabar Kemuning padanya.

-bersambung-

Yogya, 8. 3. 2016
Rimie Ramadan

4 Mar 2016

Untitled Sadness

Let me make this as my therapy. Again.

Hey, my blog. I feel like i wanna cry, but I don't. I feel my chest swollen and cloudy. Dunno who will mend this. In the other side, i should finish my Design Transformation stage for my final project. Huuuuuh, i don't know why i should feel like this today of other days.

Hey there, i think i need a hug to let these tears burst. But who? Now i'm in a lack of boyfriend. Those idols can't be real either. Who should i take a bow for?

Only to him, i ever let my eyes water. Only him, who let his shoulder to me lean. But it's not the right time to think of him. He has another girl after all. Not only a girlfriend, rather a wife-wanna-be.

What should i do? What should i do?

Back to Allah. Allah. Laa haula wa laa quwwata illaa billaah. Inna lillaahi wa inna ilaihi raaji'uun.

He's the One to create. He's the One who taken care of all soul. In His hand, i believe. And i need somebody to guide me to Him. Yaa Rabbii, You are the One who knows your creature's heart. Please tell me, what's going on with me?

RRR. 04.03.2016
@Labkom DTAP UGM

23 Feb 2016

Hanya, Cinta di Ujung Senja

Tajuk yang menikam, kelam
Sayup berdengarau, kacau
Melesat mega, mengukir senja
Dalam, di antara gurat temaram

Kabut, sampai kapan mengawang biduk
Biduk menggulir riak, dalam tak lagi
Bumi dihanyut, sajak mengalun
Kapankah Tuan sudi mengambil?

Disuguh hati dalam bejana emas
Dihias rindu berlantun dzikir
Namun tiada tahu
Bilakah Tuan kan mampir

Dua hati di ambang bimbang
Terpetik dalam irama riang
Namun di balik bejana
Hanya,
Cinta di ujung senja

Yogyakarta, 23 Februari 2016
Rimie Ramadan