4 Apr 2012

Ketika Pejalan Kaki Tak Dihiraukan

Tingtung! Sebuah pesan masuk di ponsel anggurku sore itu. Dengan wajah yang masih rusuh aku membuka kelopak mata. Memaksa retina yang masih merah untuk membaca tiga kata, "kumpul di kampus." Apalah itu, aku tak mengindahkannya. Karena lelah, aku tertidur lagi.
---

Inilah aku akhir-akhir ini. Meski banyak deadline siap menerkam, tapi aku lebih memilih untuk mengerjakan di kos atau tempat dimana aku berada. Ya, akhir-akhir ini aku merasa lelah berjalan. Bukan menjalani waktu dan kegiatan yang bertumpuk, tapi lebih kepada berjalan di atas kakiku sendiri. Denotatif.

Awal pindah, aku merasa kampus dan kosku sekarang sangat dekat. Berjalan kaki pun hanya butuh waktu 15 menit. Maka aku memutuskan berjalan kaki setelah sepedaku lama tercuri dan tak kembali. Hanya sedikit teman-teman kampusku yang tahu kosan tempatku tinggal. Beberapa teman yang baru pertama kali mengantarku atau mendengar alamatku akan bilang, "Wah, jauh ya? Kamu kalau ke kampus naik apa?" dan ketika kujawab, "jalan kaki." Mereka seperti terkesiap. Entah iba atau kagum.

Whatever. Tapi itulah kenyataannya.

Makanya, aku sering merasa kesal dengan janji-janji yang tidak pasti atau malah mendadak. Ya, seperti prolog di atas. Pukul 2 siang aku baru sampai di kos, berbenah dan rehat sejenak. Tiba-tiba sebuah sms datang 1 jam kemudian. Menyuruhku untuk kembali ke kampus sementara aku sedang menyamankan tubuh terutama kaki yang baru saja bekerja.

Dan janji-janji yang tak pasti itu terkadang lebih menyiksa. Apalagi kalau tempatnya nanggung dari lokasi kuberada. Kadang janji jam 3, kutunggu sampai jam 4 lebih gak datang-datang. Lalu ketika kuputuskan untuk meninggalkan tempat, ybs mengirim sms tiga huruf, "OTW"

Belum lagi masalah penyebrangan. Pejalan kaki selalu menjadi prioritas terakhir yang seakan-akan kotoran di mata. Kalau berjalan lamban diteriaki, kalau berjalan cepat malah dibilang kaya kesetanan. Fuh!

Kalau di post 9gag, aku akan sering memakai emoticon profesor yang bilang "I don't wanna live on this planet anymore." Andaikan ada sayap portable atau mesin jet mini, aku pengen deh. Aku gak dibolehin naik motor, mobil juga masih belajar. Dan sejujurnya aku ini penganut Greenism, jadi pengennya ga pake kendaraan bermotor.

Tapi kesadaran lingkungan di Indonesia baru sekedar penanaman pohon dan kebun. Sedangkan untuk peduli terhadap kaum non-engined masih sangat rendah. Zebra Cross aja masih sering dibuat parkir. Gak peduli yang nyebrang nenek-nenek atau anak muda, ga ada yang mau nolongin. Eh, ada ding. Seorang mbak yang sempet bikin salut 1 mobil pas rombongan anak Jakarta pada main ke Jogja. Beliau menolong seorang nenek menyebrang bahkan sampai tak peduli motornya menyala di tengah jalan dan lampu telah hijau. Salut!

0 komentar:

Posting Komentar