8 Mar 2016

Kemuning dari Merapi (2)

Senyum manis gadis itu masih sama. Merayapkan rona di wajahnya. Gadis itu bersenandung sembari tangannya lincah memetik si keriting merah di ladang. Hampir kuangkat tanganku untuk melambai padanya, tapi wajah indah itu keburu menoleh dan tersenyum.

"Mas, mas. Bangun mas, sudah sampai." sebuah suara diiringi tepukan tak terduga menjemputku ke dunia nyata. Bapak supir taksi yang telah menghanguskan kebahagiaan singkatku. Sialan, ternyata aku begitu merindu Kemuning.

Matahari mulai sendu, mengundurkan diri bersama kumandang adzan maghrib. Lelah menganjurkanku untuk sekedar menghabiskan hari pertama ini di sekitar hotel saja. Biarlah esok menjadi petualangan yang panjang.



"Mar, sudah sampai mana?" pesan dari Gadri, sohibku yang menetap di Jogja setelah kuliah. Rencananya ia yang akan menemaniku ke Merapi hari ini.

"Sudah di hotel M, sejak kemarin sore." balasku.

"Baiklah, kujemput jam 9 ya. Aku janji sarapan dulu dengan pacarku. Apa kau mau ikut?"

Aku tersenyum kecut. "Sialan. Sudahlah, nikmati saja berdua."



Jam 9 lebih 15, aku dan Gadri berangkat ke Merapi. Kami mengunjungi TPR terlebih dahulu, lalu menikmati tour de lava dengan Jeep sewaan. Liburan kali ini ingin kunikmati ala turis luar kota, karena waktu 3 hari terlalu singkat untuk mendaki. Namun sebelum pulang, kuminta Gadri mengantarku ke tempat pak dukuh. Sekedar memberi salam adalah tujuanku. Bila dapat kutemui Kemuning, itu sebuah bonus yang setara dengan durian runtuh.

"Assalamu'alaikum." ucapku sambil mengetuk pintu. Selang beberapa menit, terbukalah pintu dan wajah ibu dukuh muncul.

"Wa'alaikumsalam warahmatullah. Eh, nak Damar! Maa syaa Allah, ibu kangen sama kamu. Ayo masuk, silakan!" pintu yang agak seret sedikit dipaksanya agar terbuka lebar. "Duduklah. Tunggu sebentar, ibu bikinkan minum!"

Aku menolak sopan, tata krama Jawa yang tak kulupa. Tapi berharap dalam hati, agar yang muncul adalah sesosok gadis berambut bak mayang terurai, dengan mata berbinar menyambutku. Egoisnya aku, bahkan berani menaruh harap setinggi itu.

Sejenak kudengar suara motor mendekat dan berhenti. Di saat yang sama, bu dukuh membawa baki berisi dua gelas sirop merah. Musnah harapanku, umpatku dalam hati.

"Nak Damar, dan um.. siapa nama adik ini? Nah, kebetulan bapak baru sampai tuh. Syukur bisa ketemu." ibu langsung berjalan cepat ke arah bapak dan mengabarkan kedatanganku. Pak dukuh terdengar senang. Ia melangkah gembira.Tak sabar ingin kutanyakan kabar Kemuning padanya.

-bersambung-

Yogya, 8. 3. 2016
Rimie Ramadan

1 komentar:

Anonim mengatakan...

mbak! kamu update ini demi aku ya? *pede*
aku menikmati tulisanmu mbak, serius.
lanjutannya kutunggu :)
ah, btw ini sepertinya tentang rindu ya.

Posting Komentar