4 Jul 2010

Kampung Naga Stories 020710-21:16

Selasa kemarin, tepatnya tanggal 29 Juni 2009, aku dan teman-teman Arsitektur UGM 2009 mengikuti suatu kuliah lapangan ke daerah Jawa Barat. Kuliah ini merupakan agenda yang digeser, karena rencana pak Ismu, sang dosen, ingin mengadakan ini sebelum Ujian Akhir Semester. Namun karena di saat yang sama kami sibuk oleh tugas besar, maka kuliah ini mengisi sebagian liburan kami.
Tujuan kami ada tiga lokasi. Yang ketiganya terletak di propinsi Jawa Barat. Mengapa dipilih propinsi Jawa Barat? Karena perkiraan ongkos yang cukup murah tentunya tanpa perlu menyebrang pulau. Kalau di Yogya saja, mungkin kami sudah bosan. Lagipula tiga tempat yang kami tuju tepat sempurna untuk menggambarkan tiga periode arsitektur di jawa Barat khususnya dan Indonesia pada umumnya.
Perhentian pertama kami setelah 10 jam perjalanan kira-kira, adalah Kampung Naga. Sebuah kampung yang sangat unik dan sangat vernakular. Kampung ini disebut Kampung Naga karena terletak di (dalam) kepungan tebing (nagawir dalam bahasa sunda) tinggi nan curam. Maka itu namanya disingkat menjadi Kampung Naga. Untuk melewati tebing itu, tak ada jalan lain kecuali mengikuti tangga menurun menuju ke pemukiman warga. Di bawah kita akan menjumpai suatu pemukiman yang terdiri dari 113 bangunan. 110 adalah rumah warga dan 3 adalah ruang publik antara lain masjid, balai patamon, dan leuit a.k.a. lumbung padi. Pekerjaan utama warga Kampung Naga adalah bertani, Maka tak heran bila mereka menyendirikan tempat penyimpanan padi (leuit). Sedangkan pekerjaan sampingannya adalah membuat kerajinan tangan baik dari kayu maupun anyaman bambu.
Tak ada yang tahu sejarah berdirinya kampung tersebut karena satu-satunya dokumen itu telah habis terbakar. Warga Kampung Naga sangat menjaga keasrian alamnya karena filosofi hidupnya adalah ‘Masyarakat Sunda hidup dalam kesederhanaan’, maka salah satu caranya adalah dengan membuat aturan Hutan Larangan dan Hutan Keramat.
Hutan Larangan adalah hutan yang terletak di sebelah timur di seberang sungai. Dimana semua orang, tak terkecuali Pak Kuncen dan warga kampung sendiri, tidak boleh masuk. Karena dikhawatirkan akan ada pohon yang ditebang dan merusak ekosistem yang ada.
Hutan Keramat adalah hutan yang terletak di sebelah barat. Hutan ini hanya dikunjungi 6 kali dalam setahun saat ziarah kubur. Di dalam hutan keramat ini terdapat kuburan/makam leluhur Kampung Naga. Di situlah mereka akan melakukan prosesi ziarah kubur yang dilakukan pada bulan Muharram, Rabiul Awal, Jumadil Tsani, Rajab, Syawal, Dzulhijjah.
(masih bersambung)

0 komentar:

Posting Komentar