Dunia kesehatan adalah dunia yang dahulu kurasa amat dekat. Hampir hampir rumah sakit seperti rumah keduaku. Mungkin itu pula alasanku tidak suka berdandan. Karena aku sadar biaya kesehatanku cukup mahal. Aku tahu kalau Health cost is more primer than fashion.
Tapi belum pernah aku di titik ini. Mengeluarkan hampir 10 jt dalam sebulan. Hanya untuk program persiapan. Sebelumnya kupikir ini hanya sebatas USG awal-akhir, minum obat, terapi, hubungan intim, lalu voila! Muncullah janin itu di rahimku. Ternyata tak semudah itu, Ferguso!
Kemarin, baru saja kutuliskan hasil jerih payah pemeriksaan sejauh ini.Dimana aku penuh kebersyukuran bahwa rahim ini baik-baik saja. Bahwa "dosanya" ada di bentuk sperma Mas Satria. Faqod. Titik.
Sepertinya karma kesombongan menendangku. Hari ini, USG transvaginal ke 3x. Dan calon sel telurku yang diharapkan membesar, tidak mencapai target ukuran. Pilihan obat minum karena menghindari suntikan, akhirnya kurang berhasil. Aku patah hati. Ditambah rencana ini merusak rencana perjalananku ke Jakarta-Tangerang. Aku harus suntik hormon, mau tak mau. Dan di hari seharusnya aku berangkat bareng mas, qadarullah harus suntik pemecah telur di malamnya. Aku berusaha menutupi airmataku.
Mas Satria pun bermuka bingung. Aku tahu dari wajahnya penuh rasa bersalah dan tanggung jawab memutar otak. Lalu kami berpamitan dengan dokter dan menunggu di lobi. Aku sempat mengalirkan bendung yang tertahan. Setelah semua kubayar, kami menebus obat. Dan sambil nunggu, aku sempat nangis.
Then, Mas Satria tanya gimana kalo pulangnya menyusul. Sedikit mencerahkan hatiku. Tapi masih bingung.
Written on Dec 5th,2025
Late published.
0 komentar:
Posting Komentar