15 Sep 2011

Penghujung Keraguan

"Maaf."
Hanya kata itu yang dapat terucap dari bibirku saat ini. Berulang kali aku mengucapkannya, namun berulang kali pula aku melakukan salah yang sama. Bodohnya aku.
"Aku cuma ingin mengujimu."
Cih, pintar sekali kau mengarang alasan!

"Apakah sebuah rasa cinta harus selalu diuji, hingga membuat perasaan terluka seperti ini?"
Sekali. Datar. Dan tanpa menuduh. Namun jelas kalimat itu menancapkan pedang di hatiku. Tertohok, melemah dan mengecut. Tiba-tiba aku tersadar.

"Maaf."
Lagi, telingaku mendengar kata itu dari bibir penuh dosa milikku.
"Bukankah untuk mendapatkan sebuah berlian murni di antara batu gua, harus melalui proses tempaan yang keras? Itulah inginku, agar aku tahu berlian yang kau punya benar-benar murni."
Mengapa pandainya kau lahirkan kata-kata? Tak bisakah kau tulus meminta maaf hah?

"Tapi kau tak pernah berpikir bila berlian pun dapat pecah bila terus ditempa. Dan itu sakit, kau tahu?"

"Ya, itulah salahku."

"Aku jadi ragu, apakah hatimu mempunyai berlian yang sama untuk kau berikan padaku. Mungkin saja itu hanya plastik yang sangat tebal sehingga kau tak bisa merasakan rapuhnya berlian."

Skakmat. Aku kalah telak. "Maaf."  Lagi, kata yang sama. Namun kini, dari lubuk mataku mengalir kristal penyucian hati. "Maafkan aku. Aku sungguh minta maaf. Aku janji, takkan melakukannya lagi. Tolong ingatkan aku, bila suatu saat aku alpa lagi."

"Baiklah, sudah. Jangan menangis. Kemarilah."
Tangannya pun terentang lebar siap menerima diriku apa adanya. Setelah semua yang kulakukan padanya. Ia masih berbaik hati padaku dan menerima aku tulus ikhlas. Sungguh, aku tak ragu lagi. Ia menyayangiku. Akan kujaga ia selamanya. Aku belajar semakin menyayanginya.

Kusambut pelukannya dengan hangat dan damai.





---

Ria R. Ramadan
15.09.2011

Dengan penuh sesal di keheningan pagi buta

2 komentar:

Anonim mengatakan...

so sweet...

Rimie Ramadan mengatakan...

makasih banyak. maaf saya baru balas. sepertinya anda sering berkunjung ya? Boleh tau siapa anda?

Posting Komentar