23 Apr 2011

The Heaven is to Be with You - part 2



Senyuman tak lepas dari wajah Kangin pagi ini. Ia begitu gembira melihat wajah sepupunya berseri-seri dan sering senyum sendiri. Ia yakin, pasti ada sesuatu yang terjadi antara Jungmo dan wanita yang kemarin ditemuinya. Sekarang Jungmo tampak bersemangat dalam membuat lagu. Kangin bersyukur akan kehadiran Jung Rimhee. Juga temannya waktu itu.

“Jungmo-a.” pria itu menoleh malas tanpa menjawab, merasa terganggu dari keasyikannya. “Apa hari ini kau akan menemui wanita itu lagi?”

“Jung Rimhee-ssi maksudmu?” Kangin mengangguk. “Ya! Sesekali kau sopan sedikit kenapa? Bisa ambigu hanya dengan menyebut ‘wanita itu!’” Bentak Jungmo.

“Ya.. ya.. ya.. ya!! Tumben sekali kau membela seorang wanita begini. Apalagi baru kenal kemarin.” Pria bertubuh besar itu mendekatinya. “Apa karena dia, seorang Jung Rimhee, mampu mengubah Tuan dingin nan apatis terhadap perempuan menjadi hangat dan melindungi seperti ini?” Jungmo memalingkan wajahnya pada gitar kesayangannya.
“Memang apa urusanmu?” ia berusaha menutupi rasa canggungnya.

Lalu terdengar pintu studio terbuka lebar. Heechul dan Jay Kim masuk bersamaan. Lalu Heechul mendekat ke arah Jungmo mesra. Refleks Jungmo menghindar.

“Ya! Gammo the Rock Guitar. Kenapa kau menjauhiku? Kau marah huh?”

Jungmo gelagapan. “A..anni. Aku hanya tidak suka. Tolonglah, Heecchul-a. Berhenti bertingkah begitu padaku, kumohon..” semua tampak heran, kecuali Kangin. Kangin menepuk pundak Heechul.

“Sudahlah hyung! Ayo, kita latihan. Show nya 3 hari lagi kan?” Ia membujuk hyungnya yang kepala superbatu itu. Dengan wajah cemberut, Heechul pun menurut.
Mereka pun mulai menuju alat masing-masing dan mulai berlatih. Mereka dengan serius berlatih, karena tiga hari lagi, debut mereka sebagai Band of Brothers dimulai.

Jungmo nampak berkali-kali mencuri pandang ke jam dinding. Heechul yang sudah kesal dari awal memerhatikan tingkah aneh saudara jauhnya itu, tapi tidak berani mengganggu. Takut kalau-kalau Jungmo benar-benar marah padanya.

Setelah 1 jam berlatih, Kangin meminta istirahat. Ia kelaparan dan haus. Padahal sebelum ke studio dia sudah makan 2 mangkuk ramyeon ditemani Jungmo. Sekarang ia memaksa Heechul menemaninya. Awalnya Heechul ragu, nampak ada sesuatu yang ingin dibicarakan dengan pemuda yang masih sedikit mengutak-atik gitar di sudut. Tapi Kangin terlanjur melingkarkan tangannya di leher putih cinderellaman itu. Sehingga Heechul menurut saja apa kata Kangin.

Beberapa saat setelah mereka pergi, Jungmo tampak buru-buru melepas gitar kesayangannya dan berlari keluar. Jay Kim yang ditinggal sendirian memanggilnya, “Hei, Jungmo! Kau mau ke mana?”

Jungmo tak menjawab. Ia berlari ke luar gedung studio. Ia membungkukkan badannya. Sejenak berikutnya, suara meletup berkali-kali terdengar. “Ah, legaa.” Jungmo menarik napas sambil memegang perutnya yang tidak berat lagi.

Saat ia hendak berdiri kembali, seseorang menepuk pundaknya keras dan napasnya tersengal-sengal. Ternyata Jay Kim. “Hyung. Kenapa kau mengikutiku?”

Jay Kim melepas tangannya dan malah menunjuk-nunjuk Jungmo. “Kau, kau! Berani-beraninya, meninggalkan hyungmu sendirian di tempat seperti itu!”

Jungmo baru ingat kalau hyungnya itu takut dengan alam gaib. Lalu ia tertawa. “Ah, iya hyung. Mianhe, aku lupa. Habis, aku gak tahan lagi.”

***

Jam sudah menunjukkan pukul 2.15 pm. Tapi sosok yang ditunggunya belum juga datang. Akhirnya gadis itu memutuskan menghampiri pemain piano yang sedang memainkan Minutes Waltz. Sejak kemarin ia tertarik dengan permainan orang itu yang sangat indah dan halus. Tampak menceburkan seluruh jiwanya ke dalam bait-bait nada yang ia mainkan. Ia begitu penasaran, seperti apa rupa pemain piano ini.

Jaejoong yang merasa ada ketukan bunyi yang berada di luar permainannya, membuka kelopak matanya. Ia menatap ke arah gadis yang memandangnya dari sisi panggung. Oh, rekan kerja Jungmo hyung. Gadis itu terus menatapnya. Kagum. Tapi juga, seperti.. rindu? Mungkinkah? Entahlah. Ia tak peduli. Dan Jaejoong mengakhiri lagunya dengan manis, diikuti tepukan gadis itu dan pengunjung lainnya.

***

Jungmo POV

Baru saja aku melangkah masuk ke dalam kafe, tetapi aku merasa menyesal. Ada rasa tak suka saat melihat dia ada di sisi panggung dan terus menatap Jaejoong. Tanpa terasa kepalan tanganku mengeras. Sejenak kemudian Jaejoong mengakhiri lagunya dan disambut oleh tepukan dari penonton, termasuk dia. Aku menghampirinya dan menepuk bahunya.

“Ah, annyeong Jungmo-ssi.” Ia membungkuk pelan setelah melihat wajahnya terkejut melihatku.

“Annyeong, Rimhee-ssi. Sudah lama?”

Ia menggeleng pelan. “Tidak, baru 15 menit yang lalu.”

“Ah, mianheyo. Tadi sedikit ada masalah di studio.”

“Gwenchana Jungmo-ssi. Kalau begitu, mari kita duduk.” Ia mempersilakanku duduk di meja yang dipilihnya. Aku memanggil pelayan dan memesan kopi. Aku tidak menawarinya, karena di meja tadi sudah ada chocolate milkshake yang sudah hilang seperempatnya.

“Begini, Rimhee-ssi.” Aku berdehem. “Sebenarnya hari ini, aku ingin mengajakmu ke lokasi tanahku itu. Bagaimana?”

“Ya. Kurasa itu ide yang bagus. Oya, aku akan menghubungi teman-temanku dulu.” Rimhee mulai membuka tasnya mencari ponselnya.

“Ehm, teman?” tanyaku heran.

“Iya. Begini, kemarin Pak Minho menawariku dua orang asisten beliau untuk menemaniku dalam proyek ini. Karena sejujurnya, aku baru akan menjadi arsitek tim bila lulus ujian kali ini.” Jawabnya polos.

Aku tambah heran. Aku bertanya lagi. “Maksudmu, kau ini bukan arsitek sungguhan? Lalu, ujian itu maksudnya apa?”

“Belum, jangan bilang bukan. Ujiannya ya, proyekmu ini.”

***

“Mwo? Rumah pribadiku mau dijadikan bahan percobaannya?” Aku menatap takut ke arah gadis di sebelahku. Tanganku masih fokus di atas setir Ferrari hitam hadiah dari ayahku ini.

“Tenang saja, Jungmo-ssi. Desain yang kubuat memang tidak sebagus Minho-ssi. Tetapi, menurut beliau ide desainku unik dan segar. Makanya beliau mau mengangkatku lebih cepat daripada periode yang biasa dia berikan pada teman-teman. Percayalah padaku, Jungmo-ssi.”

Kata gadis itu tadi, sesaat sebelum pergi. Lagi,aku menatapnya. “Baiklah, sementara ini aku percaya. Tapi awas, kalau ada yang gak beres, habislah kau.”

Saat ini di dalam mobilku hanya ada kami berdua. Aku menyuruhnya untuk mengsms dua temannya agar menyusul ke lokasi. Tiba-tiba terlintas ide untuk mengerjainya. Kukencangkan sabuk pengamanku, Masukkan kopling, ganti gigi 4, tancap gas, dan memulai Wild Driving andalanku. *inget variety show BoB?

Rimhee tampak kaget dan air mukanya berubah ketakutan. Aku menahan tawa melihatnya. Ia menoleh padaku sekali-kali. Mukanya seperti bertanya padaku, “Kau kesurupan?” tapi aku tak peduli dan terus menatap jalan lurus sepi nan mulus di hadapanku.

***

“Haah..” Rimhee turun dari mobilku sambil menghela nafas. Tubuhnya terlihat tak berdaya.

“Hei, kau baik-baik saja nona?” kataku padanya. Ia hanya mengangguk lemas. “Perlu kuantar masuk ke dalam?” Tawarku sambil memegangi pundaknya. Tapi ia menepisnya.

“Terimakasih tapi tidak perlu, Jungmo-ssi. Aku bisa sendiri.” Tapi, sedetik kemudian tubuhnya terjatuh di tanganku. Ia pingsan.

“Ya Tuhan! Apa yang terjadi padanya? Apa ini karena Wild Drivingku?” Aku terpaksa menggendongnya menuju pintu depan rumahnya.

Kuketuk pelan pintu rumahnya. Kulihat seorang wanita membukakannya. Ia kaget melihat Rimhee di gendonganku dan menyuruhku membaringkannya di sofa. Lalu wanita itu memanggil seseorang. Dan muncullah seorang pria yang cukup tampan. Nampak lebih muda dariku. Lalu aku menjelaskan semuanya tak lupa memperkenalkan diri.

“Oh, begitu. Jadi kau Kim Jungmo itu? Aku Jung Yonghwa, kakak satu-satunya gadis ini.” Ia menyentuh kening adiknya itu. “Ah, nampaknya dia hanya demam. Seohyun-a, tadi dia tak sarapan dan belum makan siang kan?”

Wanita di sebelahnya menganggukkan kepala. “Iya, dari tadi dia gak keluar kamar deh. Cuma ke kamar mandi aja kuliat.”

Ya Tuhan, apakah dia seperti itu setiap hari? “Mian, lancang. Tapi, apa yang dilakukannya seharian di kamar seperti itu?” aku memberanikan diri bertanya.

“Bekerja, seperti biasa. Ia ingin lulus ujian ini secepatnya. Sudahlah, Jungmo-ssi. Tak usah dipikirkan. Kami akan merawatnya. Paling besok dia sudah sehat lagi. Terimakasih sudah mengantarnya. Kau bisa pulang sekarang.”

Aku pun pamit dan pulang ke apartemen. Dengan penuh rasa bersalah.

Jungmo POV end

***

Di sebuah taman kota tak jauh dari kafe Paradise.

Jung Rimhee tidak percaya dengan apa yang disaksikannya. Dia benar-benar sangsi bahwa salah satu dari empat manusia di atas panggung adalah kliennya. Kemarin, kliennya itu datang ke rumah dan memberinya tiket konser. Tapi pria jangkung itu langsung pergi begitu saja. Dan ia datang ke sini, dengan membawa kertas-kertas berisi konsep desain yang sudah hampir matang. Agar selesai konser ini, ia bisa berdiskusi dengan sang klien.

Mendadak riuh penonton di dekat gadis itu membahana. Dilihatnya seorang gitaris yang sangat ia kenal sedang berjongkok di panggung di hadapannya dan memainkan gitar itu dengan jenius. Seakan memamerkan kemampuannya pada dirinya. Gadis itu terpaku tanpa mengalihkan pandangannya dari wajah kliennya itu.

Gammo lalu berdiri dan berjalan ke sisi lain panggung. Cengirannya tampak bahagia. “Aku tak lebih buruk dari Jaejoong kan, hah?”

Sementara itu Jaejoong yang berada agak jauh dari panggung menyaksikan kakaknya dan sepupunya hanya tersenyum melihat aksi tadi. Jaejoong berbalik dan mencari toilet terdekat. Selesai dari toilet, ia bertabrakan dengan seorang gadis. Gadis itu terjatuh dan hak alas kakinya patah.

“Aah..” gadis itu meringis. Sepertinya kakinya keseleo.

“Mianhe, agasshi..” Jaejoong hendak menolongnya. Tapi saat ia menatapnya, gadis itu hanya menatapnya kaku. Jaejoong tersadar dan buru-buru menutup mulutnya. Karena gadis itu adalah Jung Rimhee.

Di tempat lain, Lee Ahri yang datang diam-diam hendak mengejutkan Kangin, sejak saat bertemu mereka menjadi akrab seperti sodara, sedang mengantri di kios minuman. Ia sedang menimbang, apakah membeli minuman untuk angin dan dirinya saja, atau sekalian keempat member grup band itu. Kangin sudah menceritakannya beberapa saat lalu.

Kemudian seorang pria yang mengantri di depannya di depannya berbalik dan menyenggolnya. Tanpa sengaja minumannya tumpah dan mengotori baju Ahri. Tapi pemuda itu terus berjalan, tidak menoleh sedikitpun. Ahri geram, tapi melihat pemuda itu berjalan pelan, ia menunggu minumannya selesai dibuat baru melabraknya.

“Ya! Ahjussi!!” bentaknya setelah menghampiri pemuda itu yang duduk di salah satu bangku di luar kerumunan penonton. “Ahjussi!!” matanya menatap sangar.

Pria itu masih santai menikmati minumannya.

Ahri yang sudah habis kesabarannya, membuka gelas minuman miliknya dan menumpahkan sedikit ke kaki pemuda tersebut yang langsung bangkit dan mengusap lututnya yang terkena basah.

“Kau mau cari gara-gara huh?” tanyanya kasar.

Ahri menutup gelasnya kembali dan menyedotnya membelakangi pemuda itu.

“Ya!!” panggil ahjussi itu lagi. “Kau, aku bicara padamu tau!” sambil membalikkan tubuh Ahri.

“Mwo? Kau memanggilku? Oh, baiklah apa maumu, ahjussi aneh?” Ahri menaruh minumannya dan Kangin di bangku. Melipat tangannya dan menatap tajam manusia di depannya.

“Seenaknya kau sebut aku Ahjussi Aneh! Namaku Kim Kyujong! Dan kau, sudah menumpahkan minuman ke celanaku, tau! Kau harus minta maaf!”

“Lho, bukankah itu wajar? Anggap saja karma, kau kan juga melakukan hal yang sama padaku! Lihat ini!” Ahri menunjuk bagian bajunya yang terkena minuman manusia bernama Kyujong itu. Kyujong mendelik melihatnya.

“A.. a.. ah, mi.. mian.. mianheyo. Aku tidak sengaja.” Kyujong gugup dan langsung berbalik pergi.

Ahri tersenyum puas. “Huh, dasar ahjussi aneh. Siapa namanya tadi? Kyu.. jong? Oke, aku akan mengingatnya.” Ia segera mengambil minumannya dan berjalan ke belakang panggung.

***

“Jungmo-ssi!” panggil Rimhee saat konser telah selesai.

Jungmo yang sedang mengepak gitarnya menoleh dan tersenyum. Ia segera menutup tempat gitar dan soundsystem tambahan, lalu berjalan ke arah wanita itu. “Tidak perlu formal seperti itu. Panggil aku Jungmo saja, atau Gammo.” Ia menatap Rimhee.

Rimhee mengernyitkan kening. “Waeyo?” ucapnya polos.

“Pakaianmu. Terlihat lebih asyik.” Rimhee memandang dirinya yang memakai kaos lengan pendek, celana jeans dan sandal, yang baru dibelinya di sekitar situ. “Ayo, kita cari tempat yang enak, baru bicara.”

Mereka duduk di sebuah bangku taman berhadapan. Jungmo mulai membuka percakapan.
“Terimakasih, sudah mau datang ke konser kami.”

“Ah, anni. Aku yang harusnya berterimakasih. Ah, selain itu ada hal yang mau kusampaikan.”

“Apa itu?”

“Tentang proyek itu. Aku sudah hampir menyelesaikan konsepnya, tapi aku ingin mendengar pendapatmu. Bagaimana?” Jungmo mengangguk. Lalu mengalirlah pembicaraan tentang proyek mereka itu. Tanpa mereka sadari, hari sudah semakin sore dan beranjak malam.

Kruyuuuk~

Perut Rimhee berbunyi. Ia menunduk malu. Jungmo tertawa kecil. “Baiklah, kita sudahi dulu diskusinya. Kita makan dulu saja. Aku juga sudah lapar. Kajja!”
Jungmo memilih salah satu restoran yang searah dengan rumah Rimhee. Biar sekalian mengantarnya pulang. Mereka makan tanpa ada obrolan apapun.

“Ah, kenyang. Terimakasih Jungmo-ssi, eh, Gammo-a.” Jungmo menatap puas dengan perut yang terisi.

“Lain kali bilang kalau kamu lapar. Jangan sampai pingsan lagi kayak dulu.” Ucapnya. Mereka berdua tertawa dengan ekspresi berbeda. Muka Rimhee memerah malu.

“Oya, Gammo-a. Apa Jaejoong-ssi, ah maksudku pemain piano di kafe itu adalah sodaramu?”

“Iya. Dia adikku. Memangnya kenapa?” hati Jungmo merasakan sesuatu yang tidak enak.

“Oh, tidak. Tidak apa-apa. Hanya penasaran aja. Kalian kakak beradik kandung? Tapi kok aliran musiknya beda?” tanyanya polos, tanpa menyadari tatapan lain di mata Jungmo.

“Ya, dia memang lebih suka klasik. Karena eomma yang mengajarinya dari kecil. Sedangkan aku, sedikit muak dengan klasik, sehingga aku beralih ke musik rock.” Rimhee hanya manggut-manggut. “Tapi aku bisa juga lho, mainin klasik, bahkan medley klasik-jazz-rock-blues. Mau dengar?”

“Lain kali saja, Jungmo-ssi. Sudah malam, aku khawatir Yonghwa oppa mencariku.”
“Baiklah, tidak baik juga wanita pergi malam-malam.” Mereka berdua bangkit lalu Jungmo membayar di kasir sementara Rimhee menunggu di luar. Mereka lalu bergegas pulang.

***

How is it? How is it? Ah, mianhe kalo bertele-tele banget bahasanya. Maklum, masih belajar. Hehe.. Komentarnya yaa.. :D

Ria R. Ramadan
23.04.2011

3 komentar:

Nana mengatakan...

ayooo.. lanjutin chingu.. updatenya jgn lama".. hwhwhhwhw..
Rihmeenya sama jung mo aja.. :p

Rimie Ramadan mengatakan...

wahh.. sankyu2 chingu.. tp mianhe, aku lagi byk tugas, ini sebulan baru buka lg.. hehe

chingu suka sama JJ yaa?

Liviani Kristanti mengatakan...

Wahh, jgn lama" chingu... (maksa...) ehheehee... tak tunggu loh updatenya...
iya aku suka JJ, tapi ak lebih suka Jungmo... rihmeenya lebih enak sama jungmo.. :)

Posting Komentar