24 Apr 2011

An Everlasting Happiness

Sinaran mentari menerobos tirai jendela kamarku. Mengusikku dari buaian tidurku. Kuusap mataku pelan dan mendudukkan badan. Memberi jeda untuk mengaktifkan seluruh indera. Lalu mengingat ini hari apa dan tanggal berapa. Ah, ini dia. Hari yang kutunggu.

***

Kazue berjalan pelan ke kamar mandi dan membuka pintunya pelan. Ia menatap bayangan wajahnya di cermin sebelum mengusapkan air dan facial foam ke wajahnya. Menatap lagi bayangan itu, bayangan yang berbeda dari yang dulu.

Habis dari kamar mandi, ia mengambil segenggam album foto. Hasil jepretannya dulu bersama teman-teman sekolahnya. Sebenarnya tidak ingin sepenuhnya nostalgia. Hanya karena ini adalah harinya.

Ia membuka satu yang dipilihnya. Ia menatap lembar-lembar itu dengan penuh kerinduan. Di sana, di tempat yang sudah lama tak pernah ia singgahi.

***

"Kazue!" panggilan seseorang membuatnya berhenti mengunyah bekalnya. Ia menoleh. Bocah yang memanggilnya tadi terlihat mengatur nafasnya. "Ternyata kau di sini. Ayo, ikut aku."

Kazue menutup bekalnya yang belum habis dan menjawab ajakan bocah itu, "Memangnya kita mau kemana, Takeru?" tanpa bergeming dari tempatnya.

"Kak Kazumi ulangtahun. Dia mau menraktir teman-teman yang dekat dengannya. Termasuk kita. Kau gak mau melewatkannya bukan?"

Kazue tampak ragu. Ia menatap bekalnya yang telanjur terbungkus rapi. Tapi bayangan itu sedikit kabur tertutupi genangan air matanya.

"Ayolah!" Takeru menyeret Kazue tanpa pikir panjang. Dia mengoceh sepanjang perjalanan. "Hei, Kazue-chan. Kalau kau jadi dia, apa kau juga akan pergi?"

Kazue mengangkat kepalanya menatap Takeru. Sedangkan bocah itu tak menengok sedikit pun. Kazue hanya menghela napas pendek. Ia tahu, Kazumi memang sudah lama mengincar beasiswa ke luar negeri itu. Dan ia juga sama seperti Takeru, tak ingin Kazumi pergi. Terlebih ada sesuatu yang berbeda yang ia rasakan pada Kazumi yang tidak ia temukan pada Takeru. "Mungkin saja."

Mereka akhirnya sampai di kantin sekolah. Di sebuah meja, ia melihat Kazumi sudah berkumpul bersama beberapa senior lain. Ia sedikit ragu untuk melanjutkan langkah. Tapi tangan Takeru memandunya. Mereka berdua menghampiri meja Kazumi.

"Selamat ulang tahun brother." ucap Takeru.

"Terimakasih Takeru," Kazumi membalas jabat tangan Takeru mantap. Ia lalu berganti menatap Kazue. Tapi dilihatnya gadis itu menunduk. "Hei, gadis kecil. Apa kau tak mau memberikan ucapan selamat padaku?" Ia mengelus lembut rambut gadis itu.
Kazue mengucek mata pelan dan mengangkat wajahnya sambil tersenyum manis, "Selamat ulang tahun kak. semoga tahun ini lebih baik dan bisa belajar di luar negeri dengan baik." Ia bagai teriris-iris ketika mengucap kalimat terakhir.

Kazumi tertawa kecil dan mengacak pelan rambut sepunggung Kazue. Ia lalu menepuk pundak Kazue. "Terimakasih, gadis kecilku. Aku akan ingat terus kata-katamu ini." Kazumi ikut tersenyum manis. Ia menyuruh kedua sahabat kecilnya itu duduk. Lalu ia melanjutkan dengan pidato singkat dan memberikan semangat pada mereka agar bisa menyusulnya.

"Oya, aku pingin bilang. Kalau ada dari kalian yang gak setuju aku ke luar negeri, aku gak jadi pindah. Karena aku gak mau pergi dengan membawa air mata kalian. Yang gak mau aku pergi, silakan angkat tangan." suruhnya, tapi nampaknya tak ada yang mengacung. "Ok, kalau begitu semua setuju ya." putusnya.

Setelah itu ia menyampaikan pesan untuk teman-temannya dan pesan terakhir untuk kami berdua. "Takeru, tolong jaga Kazue. Maafkan aku karena tidak bisa bermain dengan kalian lagi. Setidaknya untuk 7 tahun ke depan." Takeru bisa melihat senyum pahit yang ada di wajah Kazumi.

Tiba-tiba ia tertawa hampa. "Kok jadi melankolis gini sih? Sudahlah, ayo silakan pesan apa yang kalian mau. Aku bayar semua, seminggu lagi kalian pasti kangen dengan kebaikanku ini."

***

Bandara, 20 menit sebelum keberangkatan.

"Kazue, Takeru. Belajarlah yang baik ya. Saling menjaga satu sama lain. Terutama kau Takeru, sebagai laki-laki kau yang harus lebih banyak menjaganya. Kalau aku pulang nanti, kalianlah yang pertama kutemui setelah keluargaku. Aku janji." Katanya sambil tersenyum.

Kazue sekuat tenaga menahan air matanya. Takeru terus merangkulnya. Tapi ia tak kuat lagi, ia menunduk dan meneteskan air matanya. Tapi Kazumi malah mengangkat wajahnya. Ia mengusap air mata Kazue dengan ibu jarinya. "Sudah kubilang, jangan menangis gadis kecilku." katanya lembut.

Kazue melepaskan tangan Kazumi perlahan. "Ini bukan air mata sedih, kak. Aku bahagia. Aku bahagia bisa melihat kakak meneruskan cita-cita kakak. Aku janji, aku akan belajar dengan baik di sini. Agar bisa menyusul kakak. Ya kan, Takeru?" ia menoleh pada Takeru yang dibalas anggukan.

"Baiklah, kalau begitu. Aku bisa tenang belajar di sana. Sampai jumpa." lalu ia berjalan ke tempat check-in bersama kedua orangtuanya. Kazue dan Takeru hanya sanggup mengantar sampai sini.

Takeru mengeratkan rangkulannya pada Kazue dan membimbingnya pulang. Ia tahu, kalau Kazue berbohong. Ia tahu, bahwa Kazue adalah orang yang paling tidak rela kak Kazumi pergi, lebih dari dirinya. Ia sangat mengerti. Karena selamanya, mata Takeru hanya untuk menatap Kazue.

***

Kazue membolak-balikkan halaman di album itu. Rautnya berubah-ubah setiap melihat lembaran baru yang dibukanya. Ia berhenti pada satu foto, yang diambil sebelum peristiwa itu terjadi.

***

Kazue, Takeru dan Aiko (teman SMA mereka) berjalan pulang bersama karena rumah mereka searah. Aiko mengajak mereka berdua mampir ke sebuah photobooth. Mereka berfoto dan setelahnya menunggu foto itu di luar. Aiko dan Takeru begitu antusias menunggu. Sedangkan Kazue malah mampir ke minimarket di sebrang jalan yang sangat sepi.

Sekeluarnya dari minimarket tersebut, Ia kembali menyebrang jalan dan menghampiri dua temannya itu. Tapi, belum sampai di seberang jalan,kantung belanjanya robek dan beberapa barang jatuh berserakan. Ia memungutinya satu per satu.

Tiba-tiba ada sebuah truk besar yang muncul dengan kecepatan tinggi. Kazue tidak sadar dan terus memunguti barang. Takeru yang tidak sengaja melihat truk itu langsung berlari menyelamatkan Kazue. Ia mendorong Kazue ke sisi jalan dan hendak menyusul.

Tapi terlambat. Truk itu menabrak tubuh Takeru yang posisinya masih setengah di jalan itu. Tubuh Takeru terpental, kepalanya menumbur bagian belakang truk dan terjatuh ke aspal. Darah mengucur dari setiap inci tubuhnya, terutama di bagian kepala.

Truk itu bablas entah kemana.

Kazue dan Aiko terpaku sejenak melihat kejadian itu. Sesaat kemudian mereka sadar, dan menghampiri sosok Takeru yang lemas tak berdaya. Aiko langsung menelpon rumah sakit untuk memanggil ambulan. Sedangkan Kazue terpaku lemas di hadapan tubuh Takeru. Ia mengangkat kepala Takeru dan meletakkannya di pangkuannya. Ditatapnya wajah Takeru. Matanya terpejam. Kazue membelai wajah sahabat kecilnya itu, berharap ia membuka matanya. Airmata Kazue terus mengalir sampai ambulans tiba dan membawa mereka bertiga ke rumah sakit.

Kazue terus menunggui Takeru di rumah sakit. Aiko sudah pulang karena harus mengikuti les bahasa Inggris. Lalu ia melihat bibi Ayame, ibu Takeru, lari tergopoh-gopoh bersama Paman Kazuya menghampirinya. Bibi Ayame bertanya panik lalu Kazue menjelaskan semuanya. Matanya basah lagi, merasa bersalah karena dialah penyebab semua ini. Bibi Ayame memeluknya erat. Paman Kazuya mengusap punggung mereka berdua yang larut dalam air mata.

Ketika hari beranjak malam, orangtua Takeru memaksanya pulang. Karena besok pagi ia harus sekolah. Sesampainya di rumah, ia mencoba menghubungi nomor kak Kazumi, hendak mengabarinya. Tapi berkali-kali ia mencoba tetap tidak diangkat. Akhirnya ia menyerah dan mencoba lagi besok.

Esoknya, tetap nomor pemberian kak Kazumi itu tidak menjawab telponnya. "Baiklah. Mungkin ada sesuatu yang menghalanginya."

Kazue tidak lagi konsen dalam pelajarannya. Matanya hanya tertuju pada bangku kosong di sebelahnya. Secepat bel sekolah berbunyi, secepat itu juga ia berlari meninggalkan sekolah menuju rumah sakit.

Gadis bermata bening itu mencoba memperbaiki mukanya sebelum membuka pintu ruang ICU, tempat Takeru dirawat. Ia masuk dan melihat ketenangan di wajah paman Kazuya. Lalu ia melihat bibi Ayame yang sedang duduk di samping putranya. Ia tersenyum tipis melihat Kazue datang. Dan menoleh lagi pada Takeru. Mata Kazue beralih dan mendapati Takeru memandangnya. Ia mendekat, bibi Ayame bangkit dari kursinya dan keluar bersama paman meninggalkan mereka berdua.

***

Aku duduk di kursi yang tadi ditempati bibi Ayame. Memandang kepada sahabatku yang nampak tak berdaya. Aku menggenggam tangannya, menyalurkan kehangatan padanya. Air mataku mengalir lagi. Tangannya hendak mengusap wajahku, tapi kutahan.

"Jangan menangis." katanya. "Kau kan sudah berjanji pada kak Kazumi tidak akan bersedih lagi. Lagipula kau terlihat bodoh jika sedang menangis." ia tertawa hambar.

Kata-katanya malah membuat air mataku lebih lancar mengalir. "Kau, jangan tinggalkan aku." pintaku. "Kita kan sudah janji untuk menyusul kak Kazumi berdua. Kau dan aku. Kita." air mataku terus mengalir semakin deras.

"Maaf. Maafkan aku. Saat ini aku tidak yakin bisa memenuhi janji itu. Semalam aku mendapat pertanda.." omongan Takeru terhenti karena telunjukku mengunci bibirnya.

"Jangan.. kumohon jangan katakan itu! Kau harus sembuh, kau harus bisa pulih lagi. Kau kan janji akan terus menjagaku. Iya kan?" Takeru hanya bisa diam menatapnya. "Takeru. Take-chan. Jangan tinggalkan aku sendiri. Kak Kazumi sudah tidak di sini. Kalau kau pergi, aku harus bagaimana?" Aku menangis kencang dan menggenggam tangannya erat. Membenamkan wajahku di sisi Takeru.

"Kazue-chan.. Mungkin aku harus memberitahumu sesuatu." Aku mengangkat kepalaku. Menyimak kalimat yang akan dia sampaikan. "Sebenarnya, sejak SMP aku sadar. Aku mencintaimu."

Aku tersentak, tak percaya dengan apa yang sahabatku ini bilang. "Apa? Kau serius?"

Ia mengangguk lemah. "Percayalah. Aku mulai menyadari, ada sesuatu yang berbeda dari sekedar sahabat yang kurasa padamu. Lambat laun aku memerhatikanmu. Wajahmu yang tersenyum yang membuatku bahagia, aku yang ingin menghiburmu saat kau sedih. Dan aku yang menyadari bahwa kau mencintai kak Kazumi. Wajahmu yang tersenyum saat melihatnya, buatku bahagia sekaligus sakit. Tapi kebahagiaan itu mengalahkan rasa sakitku."

Aku mengeratkan genggamanku pada Takeru. Menatap senyumnya. Wajah itu begitu bersinar penuh harapan.

"Aku senang melihatmu bahagia. Maka dari itu, aku tak ingin melihat airmatamu, lebih daripada kak Kazumi. Aku ingin menjagamu semampuku, tapi ternyata takdir berkata lain. Sebentar lagi aku harus pergi. Mungkin ini giliran kak Kazumi menjagamu." Takeru menghela napasnya, tersengal. "Berjanjilah. Setelah aku pergi, carilah kak Kazumi. Minta ia untuk menjagamu, kalau bisa untuk selamanya. Sebab hanya dia yang aku percaya. Belajar yang baik, agar kau bisa menyusulnya."

aku mengangguk. Tak rela melihatnya kecewa.

"Sudah. Mungkin ini saja yang bisa kusampaikan. Bisakah kaupanggilkan orang tuaku di luar?" Ia memintaku halus. Kulihat airmata pun mengambang di mata hitamnya.

Aku mengangguk dan keluar, memanggil orangtuanya. Paman dan bibi masuk, sedangkan aku menunggu di luar. Tak berapa lama, aku mendengar bunyi menyengat dari dalam ruangan Takeru. Aku pun melepas tangiku kencang.

***

Aku menitikkan air mata mengingat kejadian itu. Dan harapanku akan kedatangan kak Kazumi tidak juga terkabul. Bahkan sampai tiga bulan setelahnya, saat dia menelpon ke rumah Kazue. Ia hanya mengucapkan belasungkawa dan bilang tidak bisa datang karena sibuk adaptasi dengan dunia perkuliahan. Dia juga bilang kalau nomor yang waktu itu dikasih dicuri orang. Jadi tidak bisa dihubungi.

5 bulan setelah telpon itu aku mendapat kabar gembira. Aku lulus beasiswa ke Perancis. Aku sangat senang, karena kak Kazumi juga berada di sana. Aku menyiapkannya dengan sungguh-sungguh. Hingga akhirnya, di sinilah aku berada.

Kututup album foto terakhir itu. Lalu memasukkannya lagi ke dalam laci di bawah rak buku.

Aku beranjak mandi. Karena setelahnya aku hendak berbelanja. Hari ini, 24 April 2011, aku akan memasak makanan yang istimewa.

***

Aku berjalan tergesa-gesa ke basement. Hingga tak sengaja menabrak seseorang di depan Délicafé. Barangku dan miliknya tercecer. Aku memunguti barangku.

"Désolé, tu vas bien? are you okay?" Tanya orang itu.

"Oui. I'm okay." Aku mendongak. Lalu kami terkejut, saling mendapati bahwa kami mengenal satu sama lain. "Kazumi-san?" tanyaku.

"Kazue-san?" balasnya. Kami tertawa kecil. Lalu ia mengajakku minum kopi di Délicafé. Ia membantuku membawa barang.

***

"Gak nyangka deh, bisa ketemu kamu di sini." Kazumi mengajaknya bicara menggunakan bahasa Jepang, agar lebih akrab. "Genki desu ka?"

"Hai. Genki desu. Aku juga gak nyangka bisa ketemu kak Kazumi di sini." Ia menghela napas dan teringat sesuatu. "Oya, kak. Selamat ulang tahun ya!"

Kazumi tertawa keras. "Ternyata kamu masih ingat. Aku saja sudah hampir lupa. Makasih ya. Sebagai gantinya, aku yang bayar."

"Terserah kakak. Hehe." jawabnya bahagia. Percakapan antara keduanya mengalir hangat. Kazue menceritakan peristiwa kecelakaan yang dialami Takeru. Sesekali Kazumi mengungkapkan kesedihannya yang belum bisa mengunjungi makam Takeru. Kazue juga jadi teringat akan sahabat mereka itu. "Seandainya dia ada di sini bersama kita."

"Iya. Itu akan lebih baik." Kazumi menyesap kopi untuk kelima kalinya. "Oya, apa dia sudah bilang padamu?" Ia menatap Kazue serius.

"Tentang apa?"

"Tentang.. perasaannya." wajah Kazumi menyiratkan rasa bersalah.

"Oh, itu. Sudah kak. Dia bilang sebelum dia 'pergi'. Dia jugalah yang menyuruhku untuk berusaha mencari kakak. Dan.. meminta kakak untuk menjagaku."

"Hm, begitu ya? Baiklah kalau sudah begitu. Lagipula, kita tinggal berdua sekarang. Harus saling menjaga."

Kazue sedikit berdebar mendengar kata 'berdua' dan 'saling menjaga' dari mulut Kazumi. Wajahnya merona merah.

"Kazue, kau tumbuh menjadi gadis yang cerdas dan cantik, ya." Kazumi menatapnya penuh arti. "Hm, rasanya aku benar-benar ingin menjagamu selamanya."

Kazue dan Kazumi merasakan debaran masing-masing. Kazumi mengatur napasnya sebelum melanjutkan.

"Bagaimana kalau, aku menikahimu?" ucap Kazumi gugup. "Would you be my wife, my little girl?"

Debaran hati mereka berdua membuncah mendengar kalimat itu keluar dengan sempurna. Tak perlu pengulangan lagi. Rona merah menguasai wajah keduanya. Dan hawa panas seakan menyelimuti tempat duduk mereka.

Kazue berpikir sejenak. Lalu ia menggeleng.

Kazumi kaget menatapnya, serasa hatinya robek. "Kenapa?"

Kazue menjawab, "Tidak sekarang,kak. Kita masih sekolah. Tunggulah hingga aku lulus. Aku siap menerimamu." jawabnya mantap dengan muka semerah semangka.

Kazumi tersenyum menatap gadis kecil kesayangannya. Gadis itu pun membalas dengan senyuman termanis yang pernah ia berikan. "Arigatou Kazue-chan, my beloved little girl." Ia memeluk Kazue penuh kelembutan. Lalu melepaskannya.

5 tahun kemudian, Kazue lulus dengan predikat Cum laude yang sangat memuaskan. Membuat ayah ibunya bangga dan mengabulkan permohonan gadis itu. Gadis itu hanya meminta izin ayah dan ibunya untuk menikah dengan Kazumi. Kazumi yang lulus dengan predikat yang sama setahun sebelum Kazue dan telah bekerja di sebuah perusahaan di Jepang, juga mengajukan proposal pada orangtuanya. Keempat orangtua menyetujui dengan syarat melangsungkan pernikahan mereka di Jepang. Dan pernikahan itu pun berlangsung dengan khidmat. Tak lupa mereka mengunjungi Takeru di pusaranya.

"Takeru, terimakasih telah menepati janjimu untuk menjaga gadis di sampingku ini. Kalau bukan karenamu, aku mungkin tak bisa bertemu dengannya lagi. Lihatlah, kini ia sudah menjadi gadis yang cantik, dewasa dan cerdas. Dan aku sudah menikahinya. Aku berjanji akan menjaganya sepenuh jiwa raga seperti yang kaulakukan." ucap Kazumi di depan pusara Takeru.

Kazumi mundur dan memberi tempat untuk istrinya. "Takeru, terimakasih dan maaf." sambung Kazue. "Terimakasih telah menyelamatkanku dari kecelakaan itu. Seandainya kau tak ada di sana, entah aku masih bisa berdiri di sini dan tersenyum padamu. Senyuman bahagia yang kauharapkan, yang membuatmu ikut bahagia." Kazue mulai terisak. "Juga, maafkan aku. Karena aku kau harus menderita. Maafkan aku Takeru, karena kau harus merelakan nyawamu untukku. Merelakan dirimu untuk membuatku tersenyum. Dan maafkan aku, yang tak pernah menyadari bahwa kau mencintaiku sehingga mampu berbuat seperti itu." Kazue mengelus pusara Takeru seakan wajah Takerulah yang ada di sana. Perlahan ia mundur kembali.

"Takeru, semoga kau tenang dan bahagia di sana. Amin." doa sepasang pengantin baru itu.

Kemudian mereka membungkuk hormat dan berjalan meninggalkan pusara Takeru. Takeru menatap mereka dari atas langit dengan senyuman paling bahagia yang pernah ia berikan.

The End.

---

Rimie Ramadan
24.04.2011

gimana, gimana?? komentarnya yaa.. saya publish di fb juga ding..
makasih dah baca en komen.. :D

4 komentar:

Rin Asami Nashannia mengatakan...

pas taheru mati, bisa tu di kasih background sound: padi-kasih tak sampai.. hehehe telat komennya, miaaaaan :P

Rin Asami Nashannia mengatakan...

*takeru

Anonim mengatakan...

Way cool! Some extremely valid points! I appreciate you penning this write-up and also the rest of
the site is also really good.

Also visit my web site; corridas ()

Rimie Ramadan mengatakan...

Thaaaaank youuu so muchhh!!
anyway, may I know you? it takes so long since i open this blog. and i've just see your comment! but hey, do you understand bahasa? :D

Posting Komentar