21 Jan 2018

Bertumbuh

Manusia dan makhluk hidup tak bisa mengelak dari perubahan. 'Berubah' adalah kata induk yang anakannya bisa menjadi banyak hal: Berkembang, Bertumbuh, Berpindah, Berbeda.

Aku bingung dan tak paham. Semakin dewasa, justru makin tak paham. Banyak sekali hal yang mengubah cara pandang terhadap sesuatu.

Terpengaruh, mungkin kata sifat yang sesuai untuk bumbu perubahan. Tergantung seberapa dosisnya, maka kau akan makin larut kepadanya.

Aku. Sekitarku.

Dua hal yang saling melarut.

Bedanya, unsur pertama cukup stabil. Unsur kedualah yang dominan.

Begitupun cara pandang terhadap sebuah hubungan. Well, aku memang lahir dan besar di keluarga yang cukup. Cukup terpandang, cukup harta, cukup didikan agama. Yang notabene membuatku selalu menjaga diri. Tapi sayangnya, mereka belum cukup membekaliku.

Sejak SMP, aku mulai bosan dengan keadaan. Aku memutuskan sekolah SMA berasrama di luar kota. Tidak banyak yang buatku berubah. Perkuliahanlah yang sempat buatku jatuh terpuruk dan mengubah pola pikirku.

Saat itu aku takut bicara, aku ragu ada yang mau mendengar. Akhirnya aku mengurung diri dan menelan sakit sendiri. Hingga aku beranikan diri untuk pacaran. Bahkan sempat sentuhan bibir. Aku bukan seperti aku. Aku berubah, aku mengesampingkan agama. Imanku goyah meski hijab tetap di kepala. Aku merasa nista, tapi bahagia. Kenapa bahagia?

Karena ada yang mendengarku, itu cukup. Ada yang berdiri menunggu meski kadang tak berarti solusi. Ada pundak dan tangan yang siap berjaga kala aku jatuh. Rasa itu, rasa bahwa aku dihargai. Sampai saatnya ia harus pergi.

Lagi, aku berubah. Aku mau kembali ke diriku yang menjaga diri. Aku ingin murni, tapi itu takkan mungkin. Hingga kadang aku berpikir sinis, apakah benar ada cinta yang murni? Yang semata tertuju untuk perbaikan nurani? Kadang aku hendak tertawa pada masa polos dulu. Cita-cita untuk menikah dengan orang yang belum kukenal sama sekali. It's impossible!

But hey, it is now happened to my friend! Lalu aku kembali bertanya, apa mereka yakin? apa yang mereka yakini hingga akhirnya mantap menyerahkan hidup barunya, setengah agamanya, anak cucunya kelak, rumah tangganya, kepada orang tersebut? Aku sudah tahu jawabannya, akan tetapi, akibat sempat kelabu, aku ragu. Bukan, bukan sebenar-benar ragu, tapi kan pasti ada faktor lain selain Allah yang membuat mereka yakin? Nah faktor apa yang mereka yakini sedang aku belum mampu seyakin mereka untuk memilih jalan ini lagi? Sedang dulu aku pernah mantap untuk menggapainya.

Aku ragu, apakah aku bertumbuh, atau justru mengering layu.

0 komentar:

Posting Komentar