6 Okt 2015

Memberi

Ketika kita memberi, menandakan kita ingin melihat orang yang kita beri menjadi bahagia. Kita memberi, karena kita sayang. Kita memberi, karena kita merasa cukup dengan apa yang dimiliki, karena itu kelebihannya kita beri. Kita memberi, karena sadar orang yang kita beri lebih membutuhkan dari kita, tanpa bermaksud mengangkuhkan diri bahwa kita “punya” atau meremehkan si penerima bahwa dia “kurang”. Ketika kita memberi, kita tidak berharap imbalan apapun melebihi sebuah senyuman.

Senyum bahagia yang membuat kita yang memberi turut merasa bahagia, karena rasa sayang kita diterima dengan rasa syukur pada Pencipta. Cukup pada Sang Pencipta, tak perlu kepada kita. 

Cukup pada Sang Pencipta, tak perlu kepada kita. Diulang? Ya, karena selama ini ada yang salah kaprah dalam menerima sebuah “pemberian”. Pemberian yang tulus, ia artikan sebagai sebuah hutang budi yang harus dibalas secara langsung, tunai. Hal ini yang justru memutarbalikkan makna dari sebuah pemberian.
Mengartikan pemberian sebagai sebuah “suap” yang harus dibalas agar “putih” kembali. Bahkan justru membuat sang pemberi merasa tidak enak untuk memberi lagi di kemudian hari. Terkadang timbul rasa jengkel karena mendapat “balasan” yang terlampau hebat. Huft, entahlah. Adek lelah, bang.


0 komentar:

Posting Komentar