Bahkan mengubur perasaan dan keinginan ternyata justru menumbuhkan salah paham.
Kadang ingin menggalinya lagi dan mengambilnya diam-diam, tapi terpaksa dikubur lagi.
Demi senyuman mereka. Kebahagiaan mereka. Supaya mereka senang.
Dan ternyata apa yang telah dikubur itu adalah benih, yang justru tumbuh seiring waktu.
Membungakan rasa tidak percaya, dan membuahkan ketakutan.
Apa daya, benih itu telah menjadi pohon serupa beringin.
Besar mengakar, buahnya pun banyak namun tak terlihat.
Berjatuhan, atau dimakan makhluk yang lain.
Manusia punya akal, berhak memilih.
Berhak menentukan keputusan, dan bertanggung jawab atasnya.
Di sini, hanya diri ini yang tak pandai berkomunikasi.
Bahkan ekspresi sering tak serasi dengan kondisi.
Apa yang kuinginkan?
Apa yang kubutuhkan?
Hidupku serasa sebuah dikte dari kecil
Hingga bahkan aku tak bisa memilih sendiri hal yang kusukai
Semua berkomentar, dan aku patuhi mereka
Sehingga aku pandai membahagiakan orang lain
Dan menganiaya diriku sendiri
Sudah sedari dulu
Maaf, aku tak menyangka
Bahwa kepatuhan ini memiliki batas
Maaf, jika akhirnya
Aku pun menyalahkan kalian untuk masa laluku
Maaf, dan bolehkah aku pergi?
Aku ingin mencari hidupku sendiri
Hidup yang buatku bahagia secara murni
Bahagia pada diriku sendiri
Bolehkah?
0 komentar:
Posting Komentar