"Nah, ini lho! Anaknya mbak Sofi!" katanya kepada wanita di sampingnya.
"Lha, udah segede ini to? Sik sik, kufoto dulu ya dek!" membiarkanku dengan ekspresi melongo. Selang 2 detik, tanteku mengenalkan wanita ini sebagai Mbak Jumartini, anak dari Yu Djum. Menambah kebingunganku. "Siapa Yu Djum? Pemilik gudeg terkenal itukah?" batinku. Kemudian penjelasan tambahan yang membuatku berkesimpulan, "ini murid ngaji ibuku dahulu." Barulah aku mempersilakannya masuk sembari aku ngeloyor ke kamar mengganti pakaian yang pantas.
Beliau ogah duduk dan memilih memotret isi rumah. Dengan bangga memuji segala yang ada di dalam rumah. Dia bahkan bersyukur bahwa ibuku memiliki rumah di sini, di Jogja. Aku mengabari ibu, dan melalui ponselku mereka berbincang dan Mbak Jumarti pindah ke sudut lain. Wanita itu kembali dengan mata basah. Menggambarkan keharuan dan kerinduan yang membuncah. Ia pun kembali bercerita.
Melalui lisannya, kutelusuri masa lalu ibuku. Saat beliau masih muda, beliau mengajari Mbak Jumarti dan kakaknya mengaji. Katanya sering dimarahi bila bacaannya salah. Dalam kondisi yang sama-sama susah pun keluarga Mbah Dul Kahar selalu bersiap membantu. Bahkan pada saat kakak Mbak Jumarti sakit, pakde Mukson yang mengantarnya ke RS. Sardjito.
Makanya wanita berbaju hitam itu menatap bangga seisi rumah Omah Teko. Serasa itu adalah rumah saudaranya sendiri. Ada keharuan ketika mengetahui saudara yang jauh di rantau memiliki kesuksesan. Bukan sikap iri, justru bangga dan senang hati. Ia dengan kondisi yang apa adanya, bukan dibuat-buat. Lalu ibu berpesan padaku, titip sejumlah uang untuknya.
Aku bercerita ini bukan untuk kesombongan, tetapi untuk mengambil pelajaran. Sekian banyak orang yang bilang padaku, salah satu contoh kesuksesan itu ada pada ibumu sendiri. Sampai kemarin aku masih sering meragukan. Tapi yaa itu semua terbukti hari ini.
Dari yang awalnya makan ceker ayam saja terasa begitu berharga. Telur 1 butir dibagi 16 orang. Akhirnya bersekolah di UGM dengan pesan dari simbah, "Sekolah yang baik, lalu kerja. Kemudian bantulah saudara-saudaramu yang kesulitan." Dan akhirnya terbukti. Bahkan sebelum perbaikan seluruh nilai, beliau sudah dipersunting sebuah perusahaan minyak terkemuka saat itu. Perusahaan tersebut "meminta" UGM segera meluluskan ibu agar bisa segera kerja. Buktinya adalah sebuah gelas mug yang hingga sampai sekarang masih dipakai, sebuah hadiah kelulusan dari perusahaan tersebut.
Yeah, sometimes i feel ashamed with my mom. She is not only genius, but also humble and generous. I am a proud daughter. It's too late, but better than ever. I don't know if i could do better than you, mom. You're so amazing.
Saya minta maaf kalo postingan kali ini berkesan curhat atau menjijikkan. Tapi saya ingin sekali mencatat pelajaran berharga ini hari ini. Sebelum tidur menghapus semua ingatan. Hehe.
0 komentar:
Posting Komentar